Angka Perceraian Sitaro Meningkat, Umumnya Dipicu Perselingkuhan


angka persoalan seputar keretakan rumah tangga ini naik sangat signifikan.  

 

Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Sitaro, tahun 2016 tercatat ada 11 kasus perceraian. Kemudian tahun 2017 naik menyentuh 45 kasus dan tahun 2018 mencapai sekitar 106 kasus perceraian. Kepala Dinas Dukcapil Sitaro, Hesky Manalang mengatakan, angka perceraian yang tercatat, berdasar kepengurusan akte perceraian yang dikeluarkan instansi yang dipimpinnya. Adapun penyebab perceraian dinominasi karena perselingkuhan dan ditinggalkan pasangan.

"Tahun 2017 angka perceraian lebih banyak di Kecamatan Tagulandang yaitu 26 kasus. Sementara tahun 2018 paling banyak yaitu Kecamatan Siau Timur dengan angka perceraian 49. Adapun tahun ini, hingga 31 Januari baru tercatat 2 kasus. Meski demikian, kasus perceraian untuk daerah Sitaro masih minim dibandingkan di daerah lain. Itu bisa dilihat dengan sedikitnya kepengurusan akte perceraian," kata Manalang, Senin (4/3).

Manalang menyebutkan, faktor pemicu perceraian selain ditinggalkan pasangan dan perselingkuhan adalah kekerasan rumah tangga serta sudah tidak dinafkahi. "Untuk permasalahan poligami tidak ada di daerah kita, mungkin karena mayoritas penduduk Sitaro adalah Nasrani, yang melarang umatnya kawin beberapa kali," ujarnya.

Menariknya, Manalang menuturkan, berdasarkan pantauan pihaknya dan masukan dari warga, angka perceraian yang ada di lapangan saat ini lebih dari data yang ada di instansinya. "Mungkin, mereka enggan atau malu untuk mengurus perceraiannya," imbuhnya.

Sementara itu, Halasan Tampubolon, salah satu pemerhati kemasyarakatan Sitaro, saat dimintai tanggapan terkait hal ini mengatakan, angka perceraian harus disikapi. Jika dari tahun ke tahun mengalami peningkatan sepatutnya diwaspadai. Sebab, sebuah bangsa ataupun daerah dibentuk oleh masyarakat kecil bernama keluarga. Keluarga yang sehat berpengaruh pada kualitas masyarakat secara keseluruhan.

"Angka perceraian yang terus meningkat menunjukkan kerentanan masyarakat dalam membina persatuan, bahkan berdampak pada timbulnya banyak masalah sosial. Salah satu contohnya, akan timbul orang miskin baru karena istri dan anak ditinggal suami. Padahal mereka belum bisa menanggung hidupnya sendiri," paparnya.

Akan tetapi, lanjut Tampubolon, permasalahan yang lebih krusial selain ekonomi yakni keadaan keluarga pasca perceraian. Dimana anak-anak hasil pernikahan tersebut akan berada dalam didikan keluarga ‘broken home’. "Kondisi tersebut akan memengaruhi kejiwaan dan kepribadian anak tersebut ketika terlibat di masyarakat. Karenanya, tingkat perceraian yang terus meningkat merupakan ancaman bagi bangsa atau daerah. Tapi, syukur di Sitaro meskipun meningkat tapi masih minim," pungkasnya. (haman)


Komentar

Populer Hari ini





Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting