Hadirkan Saksi Ahli, Dua Kubu Alot

Bawaslu Sulut Godok Kasus FER,


Manado, MS

 

Sidang lanjutan dugaan pelanggaraan administratif pemilihan umum (pemilu) di Universitas Negeri Manado (Unima) tegang. Arena pembuktian dalil antara Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Minahasa sebagai pelapor dan pihak terlapor Felly Estelita Runtuwene (FER), berlangsung sengit. Suasana itu tersaji ketika kedua pihak menghadirkan saksi ahli dalam sidang yang digelar Bawaslu Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).

 

Sidang itu berlangsung di Kantor Bawaslu Sulut, Senin (18/3). Dipimpin Herwyn Malonda selaku Ketua Majelis Sidang. Ia didampingi anggota majelis lainnya, Kenly Poluan, Mustarin Humagi dan Supriyadi Pengellu. Hadir juga pihak terlapor yakni kuasa hukum FER dan Bawaslu Minahasa.

 

Dalam sidang dengan agenda menghadirkan bukti-bukti tersebut, ditampilkan saksi ahli yang dimintakan pihak terlapor yakni Nasrullah dan Nelson Simanjuntak. Sementara Bawaslu Minahasa juga menghadirkan saksi ahli, Dani Pinasang.

 

Dalam sidang itu masing-masing pihak menyampaikan pertanyaan-pertanyaan tajam kepada para saksi ahli. Argumen-argumen kuat terlapor maupun pelapor ikut pula mengiringi sidang itu.

 

Nelson Simanjuntak menjelaskan, materi laporan yang sudah diputus oleh Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) tidak memenuhi pelanggaran pidana pemilu maka tidak boleh lagi dijadikan temuan.

 

"Gakkumdu sudah memutuskan tidak memenuhi tindak pidana pemilu. Dengan demikian tidak boleh diulang-ulang. Kalau diulang-ulang tidak ada kepastian hukumnya," ujar Simanjuntak.

 

Ia mengungkapkan, dalam sidang itu dirinya tidak memihak pelapor maupun terlapor. Apalagi ada upaya-upaya untuk mengarahkan langkah yang harus diambil Bawaslu Sulut. Hal itu karena ia dihadirkan sebagai saksi ahli.

 

"Tidak ada saya mengarahkan supaya mengurus seperti ini dan seperti itu. Kalau saya pengacara terlapor bisa seperti itu tapi saya didatangkan sebagai ahli," ucapnya.

 

"Saya dalam sidang itu bukan berbenturan tetapi tidak sepakat saja. Jangan kira apa yang saya sampaikan sudah itu dan harus diikuti. Belum tentu apa yang saya sampaikan harus ikut yang itu. Karena mereka (Bawaslu Sulut, red) yang berwenang dan mengambil keputusan," kunci eks personil Bawaslu RI ini.

 

Sementara, Dani Pinasang menjelaskan kalau penanganan temuan dan laporan maka perlu gunakan peraturan Bawaslu (Perbawaslu) nomor 7 tahun 2018. Hanya saja untuk pelanggaran administratif pemilu perlu gunakan Perbawaslu yang  khusus mengatur pelanggaran administratif yakni Perbawaslu 8 tahun 2018.

 

"Kalau pembuktian di Gakkumdu, saat Gakkumdu pleno kemudian ternyata ada temuan, itu masuk kategori sejak ditemukan. Itu pelanggaran administratif. Bisa saja sebaliknya. Adminstratif sudah dipleno, ternyata ketika diproses adminstratif ditemukan ada tindak pidana pemilu. Jadi ketika ada bukti-bukti pelanggaran adminstratif, bisa saja itu disebut sejak ditemukan saat itu," jelas pakar hukum di Universitas Sam Ratulangi Manado itu.

 

Baginya, masalah untuk perlu adanya klarifikasi ke pihak terlapor adalah konteks Perbawaslu nomor 7. Namun terkait pelanggaran administratifnya, memakai Perbawaslu 8 untuk penyelesaian kasus secara terbuka.

 

"Jadi tidak menggunakan klarifikasi (untuk Perbawaslu 8, red) namun bisa menggunakan format ADM-1," ungkapnya.

 

Menurutnya, ketika ditangani dua konteks berbeda yakni pidana dan administratif maka dia bukan lagi bukti yang sama. Satunya ke Gakkumdu untuk pidana pemilu dan satunya ke adminstratif pemilu.

 

"Seorang calon bisa ditindak dua pelanggaran pemilu, pidana dan adminstratif. Jadi yang dimaksud 7 hari (kasus bisa diproses, red), bisa dimulai ketika pleno Gakkumdu. Ini bisa disebut sejak ditemukan. (Waktu 7 hari) Bukan dalam konteks pelaksanaan (saat waktu kejadian kampanye, red)," tuturnya.

 

 

Ia juga menegaskan, tugas Bawaslu dalam rangka pengawasan aktif tapi bukan dalam arti harus hadir di lokasi. "Bisa saja ada orang hadir di kampanye kemudian dia shoting-shoting (rekam, red) di tempat kampanye kemudian dia upload di rumah. Kemudian dia status, ada yang berikan uang dsb. Itu bisa jadi bukti," paparnya.

 

Disampaikannya, bahan kampanye itu harus didaftarkan, misalnya pulpen bisa jadi kampanye yang dijadikan bukti. Itu ketika merek pulpen itu sudah hilang, kemudian ditaruh foto maupun logo partai dapat dikategorikan alat kampanye.

 

"Jam dinding yang misalnya seiko, sudah tertutup dengan gambar muka. Dan ditaruh partai, misalnya nama saya. Orang akan bilang, dia itu baik memberikan saya jam. Kalau tidak ada muka, logo partai tidak masalah. Tapi kalau ada gambar saya misalnya, itu masuk bahan kampanye," kuncinya.

 

Sidang ditunda oleh pimpinan majelis pada hari Rabu (20/3), masih dalam agenda penyampaian bukti-bukti. (arfin tompodung)


Komentar


Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting