BAWASLU ‘JERAT’ 40 ASN TERLIBAT POLITIK


Manado, MS

Gerak penanganan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) di Sulawesi Utara (Sulut), menguak fakta ‘miring’. Tingginya keberpihakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam ajang kampanye jadi penyebab. Tak sampai tiga bulan, perangkat pemerintah yang terlibat skandal ini mencapai puluhan kasus di tahun 2019.

Gambaran itu nampak dalam daftar yang masuk di Divisi Penindakan Pelanggaran Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulut. Berdasarkan rekapitulasi data penanganan pelanggaran pemilu 2019 medio Januari hingga 14 Maret 2019 pada lembaga ini, khusus pelanggaran terkait netralitas ASN, menyentuh 40 kasus. Dengan rinciannya, Kabupaten Kepulauan Sangihe 1, Kabupaten Kepulauan Sitaro 25,  Kepulauan Talaud 0, Manado 1, Bitung 1, Tomohon 1, Kotambogu 8, Minahasa 0, Minahasa Selatan (Minsel) 0, Minahasa Utara (Minut) 0, Minahasa Tenggara (Mitra) 1, Bolaang Mongondow (Bolmong) 0, Bolaang Mongondow Selatan  1, Bolaang Mongoondow Timur 0 dan Bolaang Mongondow Utara 1.

Data tersebut sudah termasuk temuan pihak Bawaslu maupun dari laporan. Hanya saja belum masuk kasus lainnya yang menyembul belakangan ini di Sulut. Seperti terjadi di Kabupaten Minsel yang menyeret oknum camat. “Dalam data kami di Bawaslu kasus ASN berkampanye dimasukkan bersama pada kategori pelanggaran Undang-Undang lainnya. Seperti perdata atau Pengadilan Tata Usaha Negara. Hanya saja selama penanganan ini belum ada yang lain. Semuanya menyangkut kasus netralitas ASN,” jelas Koordinator Divisi Pelanggaran Bawaslu Provinsi Sulut Mustarin Humagi, Rabu (21/3), di ruang kerjanya.

Dalam penanganan pihaknya, temuan informasi awal baik di media sosial facebook, whatsapp atau dalam bentuk  broadcast, sudah diambil alih Bawaslu. Hal serupa yang mereka lakukan saat menangani persoalan di Kabupaten Minsel yang diduga camat terlibat di dalamnya. “Karena jelas-jelas dalam gambar itu. Meski perlu juga dibuktikan, apakah gambar keasliannya itu benar atau tidak. Namun Bawaslu Minsel dengan Gakkumdu Minsel dari informasi yang kami dapatkan, sudah lakukan penanganan ini,” tuturnya.

Pastinya menurut dia, namanya ASN terlibat kampanye, tetap direkomendasikan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Tidak ada satupun yang tidak direkomendasikan dalam hal keputusan hasil kajian. “Semuanya masuk KASN. Terlepas dari ada unsur tindak pidana pemilu. ASN adalah subjek hukum kami yang kami awasi. Sehingga kajian yang sifatnya administratif terkait netralitas ASN langsung kami limpahkan ke KASN,” pungkasnya.

Pihaknya akan mengecek secepatnya terkait beberapa rekomendasi-rekomendasi yang sudah digulir ke KASN. Alasannya, setelah Bawaslu Sulut mengecek, rekomendasi yang masuk ke KASN cukup menumpuk. “Tapi beberapa rekomendasi kami sudah diputus oleh KASN. Ini bukti juga keseriusan KASN dan bukti komitmen kami dalaam MoU, antara Bawaslu, KASN dan Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri). Termasuk dewan pers. Ini gugus tugas. Penanganan terkait dengan netralitas,” urainya.

DEPROV IKUT BEREAKSI

Maraknya ASN teseret tindak pelanggaran pemilihan umum (pemilu), memantik suara nyaring dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulut. Penghuni gedung rakyat meminta agar para Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak melakukan gerakan memihak pada peserta pemilu.

Wakil Ketua Komisi I DPRD Sulut, Kristovorus Deky Palinggi menyampaikan, ASN memang tidak bisa terlibat dalam praktik-praktik kampanye sesuai aturan. “Karena memang sesuai aturan, ASN tidak bisa berkampanye,” ucap Palinggi.

Hanya saja menurutnya, ada instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri), ASN bisa hadir dalam kegiatan kampanye dalam syarat-syarat tertentu. Di antaranya tidak menggunakan atribut dari peserta pemilu atau seragam dinas. Mereka bisa datang dalam kapasitas untuk mendengarkan visi dan misi peserta pemilu. “Mereka bisa datang di kampanye mendengarkan program, visi dan misi tapi ASN yang pakai atribut  tidak bisa. Karena ASN juga kan harus memilih. Mereka punya suara dalam pesta demokrasi itu,” ujar politisi Partai Golongan Karya ini.

Begitu pula menurutnya, bagi ASN yang punya jabatan dalam forum-forum tertentu bisa berbicara menyangkut pemilu. Namun sebatas untuk menghimbau masyarakat seperti menyalurkan hak pilihnya. Kalau sudah mulai mengarah pada ajakan memilih salah satu calon maka itu adalah pelanggaran. “Kalau itu mengajak masyarakat untuk jangan lupa datang ke TPS (tempat pemungutan suara) supaya lakukan pencoblosan adalah hal yang wajar. Jangan mengarahkan untuk memilih sesorang,” kuncinya.

ASN LAHAN EMPUK MENDULANG SUARA

Para ASN dinilai berpotensi menjadi lahan empuk mendapatkan suara pada pemilu 2019 nanti. Apalagi kepala daerah yang memiliki kepentingan memenangkan partai politiknya (parpol)  akan memanfaatkan  mereka sebagai pundi-pundi suara.

Pengamat politik dan pemerintahan Sulut, Ferry Liando, memastikan hal itu kans terjadi. Alasannya karena baik kepala daerah atau ASN, memiliki kepentingan yang sama-sama saling menguntungkan. “Modus keterlibatan ASN dalam pemilu. Pertama, ikut membantu pengadaan baliho caleg tertentu. Kedua, membantu caleg dalam pemetaan kekuatan. Ketiga, mempublikasikan simbol caleg tertentu baik dalam bahasa tubuh maupun identitas caleg. Keempat, mencantumkan simbol-simbol caleg dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan. Seperti pada publikasi atau dalam penyerahan bantuan sosial,” tegas Dosen Universitas Sam Ratulangi Manado itu.

“Kelima, memobilisasi anak buah sebagai mesin politik pengumpul suara. Keenam, mengancam akan menarik fasilitas pelayanan publik jika tidak memilih caleg tertentu,” sambungnya.  

Dirinya pula menegaskan, ada 3 motif mengapa ASN tidak netral dalam pemilu. Pertama, cara mempertahankan jabatan. Jika tidak berpihak maka terjadi kekhawatiran jabatannya akan hilang. Kemudian, ingin mendapatkan jabatan baru. Di beberapa kabupaten dan kota banyak pengangkatan pejabat tidak melalui proses sistem merit. Hal itu disebabkan karena posisi pejabat menjadi jatah atau diberikan kepada ASN yang pernah menjadi tim sukses. “Terakhir, jarang ada sanksi sampai pada pemecatan jika ada ASN terlibat politik,” beber anggota dewan provinsi (deprov) daerah pemilihan Minahasa Selatan dan Minahasa Tenggara itu.  

SULUT KASUS TERTINGGI DI BAWASLU RI

Nama Sulut sendiri ternyata telah menjadi perhatian di Bawaslu Republik Indonesia (RI), terkait pelanggaran netralitas ASN. Bumi Nyiur Melambai tercatat sebagai provinsi paling banyak terdapat pelanggaran pemilu berupa tidak netralnya ASN.

Liando menjelaskan, data dari Bawaslu RI, Sulut berada di peringkat pertama angka pelanggaran menyangkut netralitas ASN sebanyak 18 kasus. Lalu, diikuti Sulawesi Barat 16 kasus, Jawa Tengah 10 kasus, Sulawesi Tenggara 8 kasus dan Kalimantan Selatan 7 kasus. “Aturan ASN untuk tidak membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu, tertuang di Pasal 282 dan Pasal 283 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya, dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap  peserta pemilu sebelum, selama dan sesudah masa kampanye,” urainya.  

Terkait ancaman pidana ini menurut Liando, Bawaslu harus tegas. Perlu ada peristiwa yang bisa membuktikan bahwa Bawaslu tidak pandang bulu. “Jika banyak kejadian lalu tidak pernah dieksekusi sampai pada vonis, maka tidak akan pernah ada efek jera,” tegasnya.

Adanya kesulitan mencegah ASN untuk tidak terlibat dalam kampanye dinilainya karena Bawaslu hanya sebatas merekomendasikan kepada KASN. Kemudian dari KASN diteruskan kepada kepala daerah sebagai pejabat pembina kepegawaian (PPK) untuk pemberian sanksi. “Masalahnya pihak yang paling sering melibatkan ASN dalam pemilu adalah kepala daerah yang memiliki kerabat sebagi caleg. Tidak mungkin kepala daerah akan memberikan sanksi kepada aparatnya ASN, jika ASN itu membantu kepentingan kepala daerah,” tuturnya. (arfin tompodung)


Komentar


Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting