BINTANG MERCY ‘PECAH’


Jakarta, MS

Stabilitas politik di tubuh Partai Demokrat (PD) bergelora. Aroma pembangkangan membungkus internal partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu. Kata sepakat mendukung koalisi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di pemilihan presiden (Pilpres) 2019, mendapat penolakan kader. Bintang Mercy dibayang-bayangi perpecahan.

Diakui, langkah berani kader melawan keputusan petinggi PD ini cukup riskan. Apalagi, keputusan mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pilpres 2019 keluar dari rapat majelis tinggi partai. Artinya, potensi pemecatan bakal diberlakukan bagi kader karena dianggap tidak sejalan dengan kebijakan partai.

Hal itu disadari Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PD Papua, Lukas Enembe. Ia mengaku siap menerima setiap konsekwensi yang akan diberikan pimpinan partai bagi dirinya. "Saya dengan ini menyatakan mendukung pemerintahan Jokowi untuk periode kedua. Saya siap dengan segala konsekwensi," ungkap Enembe usai mengikuti Pleno KPU Papua penetapan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Papua terpilih 2018-2023, Senin (13/8) di Jayapura.

Enembe yang juga Gubernur Papua terpilih ini mengatakan, seluruh bupati dan DPRD di Papua sudah menyatakan mendukung pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin untuk periode kedua.

Bahkan, dalam kapasitas sebagai Ketua DPD Demokrat Papua, dia juga menyerukan kepada seluruh kader Demokrat Papua untuk memberikan dukungan kepada Joko Widodo-Ma’aruf Amin. "Saya sudah lapor kepada Sekjen Hinca Panjaitan bahwa kali ini saya keluar dari barisan untuk mendukung Jokowi. Sikap kita sudah jelas," tandas dia.

Jokowi, menurut Enembe, adalah figur yang luar biasa memberi perhatian ke Papua. Hal itu, kata Lukas, ditandai dengan kedatangan Jokowi ke Papua sebanyak 8 kali. "Sudah 8 kali Jokowi ke Papua dan ini di luar kelaziman pemerintahan sebelumnya. Saya tidak tahu apa yang dia inginkan di Papua, tapi yang jelas beliau punya kepedulian membangun Papua. Kunjungan Jokowi mengobati hati rakyat Papua. Jokowi membuka sekat-sekat antar kelompok," terangnya.

“Saya akan memerintahkan seluruh rakyat di Papua untuk memilih Jokowi dalam Pilpres 2019 dan siap `bungkus suara` untuk beliau,” sambung Enembe.

Masih Enembe, selaku pimpinan partai ia siap mendapat dan menerima sanksi terkait pilihan pada Pilpres 2019. “Ini sesuai nurani, karena Jokowi satu satunya Presiden yang sudah delapan kali berkunjung ke Papua," kunci Enembe.

Di sisi lain, dukungan bagi Jokowi kian mengalir deras. Gubernur terpilih Jawa Timur (Jatim), Khofifah Indar Parawansa menyatakan mendukung Jokowi. Itu disampaikan Khofifah usai menjadi pembicara dalam Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) bagi mahasiswa baru di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim, Kota Malang, Senin (13/8). Dalam Pilkada Jatim, salah satu partai pengusung Khofifah dan Emil Elestianto Dardak adalah PD.

“Saya dari awal menyampaikan saya berseiring dengan Pak Jokowi," tandas Khofifah.

Lalu bagaimana dengan PD yang masuk dalam partai koalisi pengusung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, Khofifah mengatakan, koalisi dengan Demokrat hanya pada saat Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur (Jatim). Menurut dia, tidak ada pembicaraan tentang Pilpres saat Demokrat masuk dalam partai koalisi pengusung dirinya.

Sebelumnya, DPD PD Jatim memberikan rekomendasi agar partainya mendukung Jokowi pada Pilpres 2019. Salah satu alasannya, cagub Jatim, yang diusung Demokrat dan berhasil menang, Khofifah Indar Parawansa, juga mendukung Jokowi.  "Saya mengusulkan ke pusat. Satu, gubernurnya yang diusung oleh Partai Demokrat sudah mengumumkan mendukung Pak Jokowi. Jadi itu harus jadi pertimbangan DPP (Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat)," ujar Ketua DPD PD Jatim Soekarwo saat rakorda PD di Hotel Bumi, Sabtu (21/7) lalu.

"Saya minta mandat untuk disampaikan ke DPP. Nanti divoting. Tadi kan teriak-teriak karena gubernur yang diusung Partai Demokrat juga sudah mengumumkan mendukung Pak Jokowi," imbuhnya.

Gubernur Jawa Barat (Jabar) terpilih Ridwan Kamil kembali memastikan dukungannya untuk Presiden Jokowi.  "Saya kira saya mah sudah clear dari sejak kampanye juga enggak ada perubahan. Jadi tidak perlu dipolemikkan lagi, tinggal tunggu momentumnya saja nanti di waktu yang tepat. Iya insya Allah (mendukung Jokowi)," ucap Emil, sapaan akrabnya.

Namun, Emil mengaku belum mendapat arahan untuk terlibat dalam tim sukses. "Saya belum ada yang menghubungi secara teknis, jadi nanti saya jawab pada saatnya tiba," tukasnya.

DPP LANGSUNG KLARIFIKASI

Aksi ‘lompat pagar’ kader PD di ajang Pilpres 2019, cukup menggemparkan. Apa pasal, tindakan tersebut tak sejalan dengan keputusan DPP PD untuk medukung Prabowo-Sandiaga. Meski begitu, reaksi tak berlebihan meluncur dari petinggi Bintang Mercy.

Ketua DPP PD Jansen Sitindaon mengatakan, PD tegak lurus mengusung Prabowo-Sandi dan terus mensosialisasikan keputusan tersebut ke akar rumput partai. Sikap Lukas Enembe merupakan pendapat pribadi kader. Jansen lalu menduga-duga alasan di balik sikap Lukas Enembe.

"Sudah tiga hari berselang sejak pendaftaran kemarin masih banyak kader kami di bawah yang kaget dan bertanya ke DPP mengapa Pak Prabowo tidak jadi berpasangan dengan Mas AHY," terang Jansen, Senin (13/8).

"Padahal itulah harapan besar kader Demokrat di seluruh Indonesia ini melihat betapa tingginya elektabilitas Mas AHY untuk jadi cawapres di banyak survei yang mereka baca dan ikuti juga di daerah," Jansen menambahkan.

Gagalnya AHY cawapres diduga Jansen menjadi faktor di balik sikap Lukas. Jansen sekali lagi menegaskan akar rumput PD sangat menginginkan AHY maju Pilpres 2019. "Namun, karena keinginan itu tidak terealisasi, ya salah satu eksesnya jadi muncullah sikap pribadi seperti Pak Lukas Enembe ini ya, menjadi mendukung calon lain yang tidak didukung partai," sebut Jansen.

Ia memastikan PD segera berkomunikasi dengan Lukas. Menurut dia, Lukas salah satu kader terbaik partai besutan SBY itu. "Beliau salah seorang kader Demokrat yang sangat disayangi Pak SBY, saya tahu persis itu," ucap Jansen.

Alasan lain di balik sikap Lukas disebut-sebut terkait intensitas Jokowi berkunjung ke Papua. Lukas, yang juga Gubernur Papua, merasa daerah yang dipimpinnya berkembang pesat di bawah pemerintahan Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla. "Tapi kami meyakini, jika Pak Prabowo terpilih pada 2019, apa yang dilakukan oleh Pak Jokowi ini akan dibuat lebih hebat lagi oleh Pak Prabowo," tegas Jansen.

SBY JADI PENASIHAT TIM PEMENANGAN

Sikap kader melawan keputusan DPP mendukung Prabowo-Sandi, dinilai mengkhawatirkan. Apalagi, dalam formasi pemenangan, SBY disebut-sebut menjadi penasihat tim pemenangan Prabowo-Sandi.

Hal itu diakui Capres Prabowo Subianto. Dia mengatakan Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, bukan menjadi ketua tim pemenangan Pilpres. Menurut mantan Danjen Kopassus ini, SBY akan menjadi penasihat tim pemenangan. "Saya kira beliau sebagai sesepuh, penasihat, senior," ujar Prabowo sambil menuju mobil setelah menjalani tes kesehatan di RSPAD Gator Soebroto, Jakpus, Senin (13/8).

Prabowo sampai kini belum mau mengumumkan siapa yang bakal menjadi ketua tim pemenangan. Kata dia, hal tersebut sedang proses penyusunan. "Sedang disusun semua," katanya.

Seusai tes kesehatan, Prabowo kembali ke kediamannya di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan. Setelah itu, Prabowo akan menyambangi PP Muhammadiyah di Jakarta Pusat. "Sowan saja," kata dia.

Selain ke PP Muhammadiyah, Prabowo akan ke PBNU. Hanya, dia belum mendapat waktu dan akan menjadwalkan ulang pertemuan ke PBNU. "Saya sudah minta waktu. Kita atur waktunya," tuturnya.

PENENTU KEMENANGAN

Pilpres 2019 dipastikan sangit. Strategi dan taktik pemenangan mulai disiapkan masing-masing kubu. Teranyar, head to head Jokowi-Maruf Amin vs Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pilpres 2019 bakal ditentukan oleh lima kantong kekuatan utama.

"Memang hal yang paling krusial apakah kedua pasang ini lolos tes kesehatan. Karena Pak Ma’ruf Amin sudah relatif berumur. Tetapi setelah ini lolos, siapa menang dan siapa kalah sangat ditentukan beberapa kantong besar, total ada lima kantong besar yang akan jadi penentu," jelas founder Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA, kepada wartawan, Senin (13/8).

Kantong besar pertama adalah pemilih muslim. Populasi pemilih muslim mencapai 85 persen dari total pemilih. "Waktu Pilpres 2014, pemilih muslim Prabowo lebih tinggi dari Jokowi. Itu kita tahu dari survei maupun exit poll. Namun Jokowi tetap menang pilpres karena waktu itu mayoritas dari minoritas memilih Jokowi. Sekarang dengan cawapres Ma’ruf Amin apakah Jokowi akan lebih dapat manfaat, misalnya," kata Denny.

Berikutnya kantong ekonomi bawah, wong cilik. Ada 30-40 persen dari pemilih dari kalangan wong cilik, Jokowi dan Prabowo bakal serius berebut segmen ini. "Siapakah yang paling mampu memenangkan hati mereka. Selama ini yang situasinya paling sensitif jika ekonomi turun. Jika ekonomi naik, Pak Jokowi diuntungkan, tapi jika menurun Pak Prabowo yang diuntungkan," urai Denny.

Kantong ketiga adalah suara minoritas yang 15 persenan. Pada 2014, Jokowi mendapat suara cukup banyak dari kantong ini. "Nah, bagaimana mereka sekarang, memang ulama di balik Jokowi ini ada Ma’ruf Amin, di balik Prabowo ada Habib Rizieq, jadi pertarungan Habib Rizieq sama Ma’ruf Amin juga akan menentukan ke mana minoritas. Dugaan saya, Ma’ruf Amin lebih nyaman buat mereka," lanjut Denny.

Kantong keempat sangat krusial, yakni kantong pemilik dana. Mereka adalah para pemilik logistik yang membantu pendanaan pilpres. "Katakanlah mereka yang memiliki logistik, nah ke mana pemegang logistik ini akan meletakkan dana. Selama ini meletakkan dana dua kaki ada 50-50, 60-40, atau 70-30. Nah ini akan dikasih yang lebih banyak ke mananya," ungkap Denny.

Kantong terakhir adalah para opinion maker atau influencer di media sosial. "Siapa yang menonjol di media sosial dia yang akan lebih diuntungkan. Jadi itu lima hal yang bisa menentukan menang-kalah, setelah Pak Ma’ruf Amin lolos tes kesehatan," lugasnya.(dtc/trb/kmp)

 

 


Komentar

Populer Hari ini



Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting