LBH Endus HGU Sawit Belasan Ribu Hektar, Warga Lolak Menggugat


Manado, MS

Gerak ekspansi komoditi kelapa sawit di Sulawesi Utara (Sulut) berlangsung masif. Teranyar, tanah subur Bumi Totabuan disasar. Pemerintah pun disorot terkait pemberian izin.

Episode keluh atas meluasnya bisnis sawit di Bolaang Mongondow (Bolmong) kian mengemuka. Laporan masyarakat ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado, seakan membuka tabir polemik ‘mengguritanya’ produk ini di jazirah Utara Selebes.

Misalnya di Kecamatan Lolak. Wujud protes warga setempat telah dituangkan dalam bentuk laporan ke LBH. Secara resmi, laporan itu diterima sekira bulan Oktober tahun 2018. Terkait hal itu, sempat terjadi kekacauan di sana.

“Antara orang perusahaan yang kemudian bersama-sama dengan polisi dan tentara itu, masuk ke lahan perkebunannya warga di Lolak. Kemudian ‘chaos’  ditangkaplah dua orang, katanya sebagai provokator saat itu. Tapi kenyataannya karena mereka adalah tokoh masyarakat saat itu,” tegas Aryati Rahman dari LBH Manado, Kamis (27/6) di tempat kerjanya.

Ketika warga melapor, lanjut dia, pihak LBH melakukan investigasi di lapangan. Saat itu, hasil mengejutkan diperoleh pihaknya. Menurut Arya, ternyata ada Hak Guna Usaha (HGU) di lahan sebesar 16 ribu hektare di beberapa desa yang ada di Kecamatan Lolak. “Yang kita takutkan sebenarnya, adalah masyarakat yang akan terkena dampak tidak tahu menahu tentang izin itu. Ada masyarakat Lolak 2 dan Lolak itu sudah tahu, tapi tidak semua desa yang kena dampak itu tahu. Mereka melakukan perlawanan, hanya saja perlawanan itu timbul tenggelam,” terang Arya.

Menurut dia, seharusnya pemerintah lebih bijak untuk mengeluarkan izin terkait sawit. Hal itu karena masyarakat di sana masih bergantung pada pertanian dan keberadaan sawit dinilai sangat merusak kalau misalnya ada. “Maksudnya ini bertolak belakang. Masyarakat disuruh bertani, kemudian menerima sawit, itu kan tidak masuk akal. Bertolak belakang. Itu yang akan kita coba investigasi lebih lanjut,” paparnya.

Keluhan warga di sana intinya terkait izin sawit karena mereka sudah dari tahun 2015 tidak mau menerima sawit. Warga pula sudah menyampaikan kepada pemerintah. Hanya saja belum selesai. “Cuma pemerintah bilang, izinnya bukan di masanya mereka. Maka perlu ada analisa lagi dan ada alasan-alasan lain lagi. Pada intinya mereka menolak sawit karena itu tanah mereka. Lahan perkebunan pertanian mereka yang kemudian diambil oleh sawit,” jelasnya.

“Dan sekarang sudah penanaman bibit (sawit, red).  Di sana masyarakat menanam milu (jagung, red), ada kelapa. Tapi kalau kelapa di sana sudah habis, sudah rata. Tinggal hutan mereka belum babat ini,” kunci dia.(arfin tompodung)


Komentar

Populer Hari ini



Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting