ANCAMAN BACALEG PEREMPUAN


Hawa ‘ancaman’ kaum perempuan membungkus arena perebutan kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut). Selain diproteksi aturan, kapasitas sejumlah ‘petarung’ bakal calon legislatif (bacaleg) wanita yang maju jalur provinsi, dianggap jadi momok menakutkan. Utamanya datang dari deretan wajah baru.

 

Adanya regulasi yang mengharuskan partai politik (parpol) menempatkan kuota 30 persen, menjadikan eksistensi perempuan makin ‘lincah’  di panggung politik. Di tingkat provinsi Sulut, ada sejumlah nama yang dinilai kuat bisa ‘menjebol’ pintu masuk ke Gedung Cengkih. Meski bukan incumbent, kemunculan sosok seperti Melisa Gerungan, Nursiwin Dunggio dan Sherly Tjanggulung  ikut menggetarkan arena perebuatan posisi di DPRD Sulut. 

 

Figur yang memiliki kedekatan dengan orang yang sudah punya nama di tengah masyarakat, dinilai tetap berpengaruh kuat. Secara realistis, fakta tersebut dipandang sudah sering terjadi dalam pemilihan sebelumnya.  “Dalam pemilu kali ini tentu idealnya kita menginginkan legislator yang mampu dan bisa bersaing nanti, adalah punya kualitas dan kapabilitas bagus serta memberikan komitmen apa yang akan menjadi perjuangannya. Namun realitasnya, figur dengan keterlibatan orang berpengaruh tetap masih sangat kuat,” kata pemerhati politik, Hengky Rantung, Minggu (16/9).

 

Hadirnya Melisa di pentas perebutan kursi DPRD Sulut, dinilai punya efek besar. Selain dikenal di organisasi kepemudaan sebagai mantan Asissten Bendahara Pemuda Sinode GMIM, sosok ayahnya Hangky Arther Gerungan (HAG) disebut sebagai kekuatan juga untuknya bisa melaju ke DPRD Sulut. “Melisa termasuk figur perempuan yang kuat di daerah pemilihan Minahasa-Tomohon dari partai PDIP. Apalagi HAG pernah menjadi ketua tim pemenangan untuk Pilkada (pemilihan kepala daerah) Minahasa memenangkan kader PDIP,” tutur sarjana lulusan ilmu sosial dan pemerintahan ini.

 

Selain Melisa, Sherly Tjanggulung juga dianggap mampu ‘menggertak’ para bacaleg dari dapil Nusa Utara. Adik mantan Bupati Minahasa Tenggara (Mitra), Telly Tjanggulung ini, punya posisi tawar tinggi di tengah masyarakat. Terlebih, Elly Lasut yang adalah suami Telly, kini sebagai bupati terpilih di Kabupaten Talaud.  “Tentu pak Elly pastinya mendukung adik dari istrinya sendiri,” ucapnya. 

 

ISTRI BUPATI BOLTIM MENGUAT

 

Di dapil Bolaang Mongondow (Bolmong) Raya, ada isteri Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sehan Landjar. Kabar berhembus, nama Nursiwin Dunggio semakin menguat di kalangan masyarakat Tanah Totabuan. 

 

Pemerhati politik dari Bolomong Raya, Mat Kartoredjo mengakui, nama Nursiwin sedang naik di Negeri Para Bogani itu. Meski berada di urutan 10 dalam pencalonan Partai Amanat Nasional (PAN) namun posisi sebagai istri bupati Boltim menjadikannya lawan yang tangguh.  “Ditambah lagi pak Sehan adalah Ketua PAN Sulut,” ucapnya.

 

Nursiwin dinilai punya peluang besar juga untuk suara partai karena Mursan Imban Anggota DPRD Sulut dari PAN, tidak maju lagi untuk pemilu 2019. Affan Mokodongan selaku incumben dipandang sebagai salah satu  saingan yang cukup berat di internal PAN.

 

“Ketua TP-PKK (tim penggerak pembinaan kesejahteraan keluarga) Boltim ini, tentu punya peluang kuat. Dibanding partai lain, PAN masih sangat berpengaruh di Bolmong Raya,” tutur Mat lagi.

 

Politisi Golkar Jenny Kalalo di Dapil Kota Manado dan kader Gerindra Pricilia Waworuntu dari Minut-Bitung juga ikut mendapat perhatian. Hal itu karena posisi mereka berdua yang mendapat nomor urut 1 dalam pencalonan di partai mereka. Sosok Jenny bisa mengancam incumbent Yongkie Limen yang berada di nomor 2 dapil Manado. Sementara Pricilia, berpeluang karena Anggota DPRD Sulut, Herry Tombeng, politisi Gerindra dari dapil yang sama, tidak maju lagi di pemilu 2019.

 

“Kalau dia berada di urutan pertama partai, berarti tidak sembarang. Berarti dia dianggap memiliki kemampuan,” tanggap pengamat politik dan pemerintahan Sulut, Taufik Tumbelaka.

 

MASIH BANYAK HANYA UNTUK PEMENUHAN KUOTA 

 

Gambaran sejumlah bacaleg perempuan ini, sontak memantik gaung kritis Taufik Tumbelaka. Sorotan itu menyasar parpol yang ada di Bumi Nyiur Melambai.  

 

Parpol diharapkan bisa lebih serius lagi menggodok kader-kader perempuan yang ada. Walau telah dibuat aturan namun selama ini, justru terkesan penjaringan kaum hawa hanya untuk memenuhi ketentuan 30 persen. Sementara ada banyak figur potensial perempuan lainnya.  “Ada banyak kader-kader yang potensial. Tapi justru dalam pencalonan partai banyak kesannya hanya untuk memenuhi kuota perempuan saja,” tuturnya.

 

Padahal kualitas perempuan di DPRD Sulut selama ini, menurutnya, telah terbukti. Sebelumnya, sudah pernah ada sosok wanita yang menjadi Ketua DPRD Sulut, pimpinan komisi maupun pimpinan fraksi.

 

“Kalau parpol selektif, ada banyak  politisi perempuan yang punya SDM (sumber daya manusia) yang bagus,” tegasnya.

 

Terawakilinya kaum perempuan dalam ruang-ruang parlemen baginya sangat perlu. Ini supaya aspirasi-aspirasi dari kalangan wanita bisa terakomdir . “Sepanjang ini kan pandangan orang, politik adalah dunianya laki-laki. Jika kuota perempuan bertambah, aspirasi perempuan tentu akan lebih banyak,” kuncinya.

 

KPU: DARI SEGI KUANTITAS TERBILANG SEDIKIT 

 

Langkah membuat ‘eksklusifitas’ kaum perempuan lewat aturan dipandang perlu. Hal itu berdasarkan pengalaman selama ini yang menyajikan minimnya para wanita duduk sebagai legislator. 

 

Gambaran tersebut disampaikan Anggota Komisioner KPU Sulut, Salman Saelangi. Ia menyampaikan, sebelumnya memang perempuan belum banyak terakomodir. Ada ketidakseimbangan dengan kaum laki-laki yang mencalonkan diri sebagai anggota dewan. “Makanya perempuan butuh pemberlakuan khusus lewat aturan,” ucapnya.

 

Dijelaskannya, kuota perempuan sebenarnya dari segi pencalonan, sebelumnya hampir tercapai 30 persen. Hanya saja, tinggal tergantung dari keterpilihannya dalam pemilu.  “Untuk legislatif, perempuan memang masih kurang kalau dilihat dari proses-proses sebelumnya. Bukan perempuan kurang kualitas tapi sebenarnya perlu diberikan kesempatan perempuan untuk bisa tampil,” harapnya.

 

Kalau diihat secara mayor, keterlibatan perempuan belum banyak. Meski begitu, sudah banyak perempuan yang berkualitas untuk bisa bertarung setara dengan laki-laki dalam bacaleg. “Tapi sebenarnya dari segi kuantitas masih belum banyak. Walau ada banyak figur perempuan juga di atas rata-rata. Mungkin lebih baik dari laki-laki dalam hal-hal tertentu,” tukasnya.

 

“Itu juga saya rasa merupakan perjuangan dari consensus undang-undang yang ada. Perjuangan dari koalisi permepuan maupun aktivis-aktivis perempuan yang ada,” kuncinya.

 

Diketahui saat ini, dari 45 anggota DPRD Sulut, ada 16 diantaranya perempuan yakni Netty Pantouw, Syenie Kalangi, Jenny Mumek, Eva Sarundajang, Meiva Lintang, Lucia Taroreh, Nori Supit, Rita Manoppo, Inggrid Sondakh, Muslimah Mongilong, Siska Mangindaan, Felly Runtuwene, Adriana Dondokambey, Ivone Bentelu, Ainun Talibo dan Pricilia Wurangian. (arfin tompodung) 


Komentar

Populer Hari ini


Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting