PH Penggugat Klaim Punya Bukti

Dugaan Korupsi di Sengketa Lahan DPRD Sulut


Manado, MS

Aroma indikasi korupsi di balik sengketa lahan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut) di periode kepemimpinan Gubernur Sinyo Hari Sarundajang (SHS), terendus. Status lahan yang digugat Peggy Wakkary itu disebut pernah terjadi proses transaksi jual beli.

Yang bertindak sebagai pembeli yakni Pemprov Sulut. Transaksi itu berlaku tahun 2011 silam. Hal itu diungkap Penasihat Hukum (PH) penggugat Peggy Wakkary, yang dikomandani Advokat Louis Schramm, kepada wartawan, usai sidang perdata sengketa lahan dengan nomor 165/Pdt.G/2018/PN Mnd yang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Manado, Kamis (24/1) kemarin.

Schramm yang didampingi Advokat Vebry Tri Haryadi pun membeberkan logika hukum terkait kuatnya dugaan korupsi di balik sengketa lahan di Kairagi I, yang kini telah berdiri kantor DPRD Sulut.

Diterangkan Schramm dan Haryadi, pihaknya memiliki bukti kalau sebagian tanah di Kairagi I ternyata pernah terjadi proses transaksi jual beli oleh Pemprov Sulut di 2011. Janggalnya, tanah Pasini yang merupakan tanah warisan dari orangtua/oma/nenek penggugat, yakni Sarah Cornelie Maramis, sebagaimana teregister dalam Surat Tanah Adat Pasini Nomor 222 Folio 99 Desa Kairagi tahun 1979 yang dimiliki penggugat, dengan luas kurang lebih 13 hektar malah tidak pernah terjadi proses transaksi.

Pemprov Sulut dinilai nekad memonopolinya dengan hanya bersandar pada Sertifikat Hak Pakai Nomor 2/Kairagi I. Padahal, menurut ketentuan Undang-Undang Agraria, SHP yang dimiliki Pemprov Sulut itu sudah jatuh tempo atau kadaluarsa. “Ada saksi kunci, yang menyatakan bahwa tanah sebagian dibeli oleh Pemprov. Namanya Albert Rumimpunu. Sedangkan klien kami selaku ahli waris tidak pernah mendapatkan pembayaran dari pihak manapun juga termasuk dari Pemprov Sulut,” tutur Schramm.

Lebih dari itu, Schramm menjelaskan kalau dalam proses persidangan, pihak Pemprov Sulut terkesan telah menggunakan kekuatan birokrasi politik, dengan mengklaim tanah Pasini sebagai milik negara, tanpa bukti kuat.

“Pemprov tidak menghadirkan saksi terkait proses jual beli lahan. Dan bersikeras bahwa itu adalah tanah negara. Sementara register Kelurahan setempat tertulis bahwa itu tanah Pasini,” papar Schramm.

Ditambahkan Haryadi, dalam persidangan pihaknya juga telah mengajukan dua bukti sertifikat tanah yang menunjukan secara jelas kalau tanah berdirinya kantor DPRD Sulut, bukan milik Pemprov Sulut.

“Ada bukti tanah dijual ke pihak lain, telah dibuktikan di persidangan. Dan terbit sertifikat. Dua sertifikat yang diajukan sebagai pembuktian kalau sebagian besar tanah tersebut adalah milik klien kami Peggy Wakkary,” pungkas Haryadi.

Sebagaimana diketahui, sidang perdata sengketa lahan kantor DPRD Sulut, telah dua kali bergulir di PN Manado. Dan untuk sidang pertama, Majelis Hakim telah mengeluarkan putusan NO, dengan dua point. Pertama, objek gugatan tidak jelas dan kedua, terkait ahli waris lain. Namun, sidang pertama ini belum dipegang Schramm cs.

Nanti di sidang gugatan kedua, Schramm Cs baru masuk dengan memenuhi apa yang menjadi pertimbangan putusan NO pertama. “Apapun putusannya nanti, torang hormati. Yang jelas dalam gugatan kedua ini, kami sudah memperjelas soal objek dan ahli waris. Untuk ahli waris sendiri, Harry Wakkary hanya memiliki tiga anak, dua sudah meninggal dunia tanpa keturunan, dan yang masih hidup tinggal klien kami (Peggy Wakkary-red),” tegas Schramm.

Sekedar diketahui, dalam proses gugatan kedua sengketa lahan kantor DPRD Sulut, pihak penggugat telah menjadikan Gubernur Sulut, BPN Minahasa, Walikota Manado dan BPN Kota Manado sebagai tergugat. (kharisma kumara)


Komentar

Populer Hari ini



Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting