Sumbangan Dana Kampanye Rawan Manipulasi, Bawaslu Diminta Jelih


Potensi terjadinya manipulasi dalam laporan dana kampanye peserta pemilu kembali menyulut reaksi kritis publik. Seruan keras dilayangkan ke jajaran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) se-Sulawesi Utara (Sulut). Lembaga yang berwenang mengawasi semua tahapan penyelenggaraan pesta demokrasi itu diminta jelih dalam melakukan pemeriksaan sumbangan dana kampanye. Langkah itu dipandang perlu untuk menutup celah adanya kepentingan dari pihak-pihak tertentu dengan memanfaatkan peserta pemilu.

“Aturan mainnya jelas, diantaranya peserta pemilu tidak diperbolehkan menerima sumbangan dana kampanye dari sumber yang dilarang, seperti pemerintah asing, warga negara asing dan sebagainya. Jadi Bawaslu perlu memfasilitasi pelaporan asal sumbangan. Yang paling penting adalah dari mana sumber sumbangan itu berasal atau apa motif si pemberi sumbangan itu. Sebab bisa jadi sumbangan itu akan dimanfaatkan sebagai instrument money politics,” kata akademisi dan pengamat politik, Ferry Daud Liando., Senin (28/1) kemarin.

Dia menilai, salah satu faktor yang selama ini memicu tidak efektifnya kerja eksekutif maupun legislatif disebabkan karena ada intervensi pihak lain dalam proses perumusan kebijakan. “Ternyata setelah di kaji, intervensi itu disebabkan karena hasil kompromi anatara pemberi sumbangan dengan penerima sumbangan pada saat pilpres atau pileg. Jadi jangan sampai nantinya sumbangan dana kampanye itu dibarter dengan proyek atau dibarter dengan rumusan aturan, baik dalam undang-undang atau Perda. Oleh karena itu penting untuk investigasi dari mana sumber sumbangan itu berasal, dan apa kepentingan dari setiap donator,” tandas dosen Fakultas Ilmu Sosial Politik di Universitas Samratulangi itu.

“Jadi intinya ada baiknya jika laporan ini tak sekedar hanya memenuhi persyaratan administrasi, tetapi menjadi bagian dari proses pendidikan politik. Pemilih harus diinformasikan terkait peserta yang terbukti memanipulasi laporan atau sumber pemberi sumbangan serta motivasi pihak tertentu memberi sumbangan,” lugas Liando.

Selain itu, dia menilai memang penting bagi Bawaslu untuk mengawal penggunaan dana kampanye yang disumbangkan. “Karena semakin banyak sumbangan maka otomatis tingkat kerawanan penyalahgunaan akan semakin tinggi. Namun jika diawasi dengan baik maka potensi penyalahgunaan bisa dibendung,” timpal Liando.

Di sisi lain, laporan dana kampanye memang menjadi kewajiban bagi semua peserta pemilu, baik pasangan capres, partai politik, caleg maupun DPD. Kata dia, ada 3 dokumen yang harus dimasukan. Pertama yaitu Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) yang mencatat  besaran dana awal, sumber dana, dan rekening khusus dana kampanye yang dimasukkan 23 September 2018. Kemudian dokumen LPSDK atau laporan dana yang masuk sementara dan dilaporkan pada 2 Januari 2019. Terakhir Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) yang nanti akan diserahkan ke kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU. Dokumen ini harus dilaporkan 26 April 2019.

“Jika terlambat menyerahkan LPPDK ke kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU, maka, peserta pemilu dapat dikenai sanksi berupa tidak ditetapkannya anggota DPR, DPRD, dan DPD sebagai calon terpilih. Itu sangat jelas diatur dalam pasal 338 ayat 3 dan 4 di undang-undang pemilu nomor 7 tahun 2017,” pungkasnya.

Adapun batasan dana sumbangan kampanye, baik dari perorangan maupun korporasi kepada partai politik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 yaitu untuk perseorangan sebesar Rp 2,5 miliar, sementara perusahaan sebesar Rp 25 miliar. (jackson kewas)

 


Komentar

Populer Hari ini



Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting