PEMEKARAN DAERAH, PROVINSI NUSA UTARA BERPELUANG


Manado, MS

Jalan pemekaran daerah di Sulawesi Utara (Sulut) mulai menampakkan sinyal positif. Posisi bumi Nyiur Melambai yang berbatasan dengan negara lain jadi penyebab. Pembentukan Provinsi Nusa Utara paling menguat.

Pintu masuk untuk bisa dilakukannya pemekaran daerah mulai dibidik tim Percepatan Pemekaran Provinsi Nusa Utara. Kabar berhembus, posisi Nusa Utara yang berbatasan dengan negara lain bisa menjadi celah peluang untuk diadakan pemekaran daerah. Informasi itu diungkap Ketua Tim Percepatan Pemekaran Provinsi Nusa Utara, Winsulangi Salindeho yang juga Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulut.

“Di waktu pembahasan Komisi I DPRD Sulut dengan Biro Pemerintahan Pemprov (Pemerintah Provinsi) Sulut, Arthur Kotambunan (Anggota DPRD Sulut, red) menyampaikan dirinya pernah bertemu dengan Dirjen (Direktur Jenderal) Otonomi Daerah (Kementerian Dalam Negeri, red) yang mengatakan tentang moratorium tetap dilaksanakan. Namun untuk wilayah berbatasan dengan negara luar dimungkinkan,” ungkap Winsulangi, Kamis (8/4) kemarin.

Lewat informasi tersebut maka dirinya akan membuat pertemuan dengan rekan-rekannya di tim Percepatan Pemekaran Provinsi Nusa Utara. Nantinya juga akan melibatkan Arthur Kotambunan. “Kalau kita mengacu dari hal tersebut maka untuk BMR (Bolaang Mongondow Raya) jangan dulu berharap. Justru Nusa Utara yang paling berpeluang,” ujar wakil rakyat daerah pemilihan Nusa Utara ini.

Dirinya pula merespon ungkapan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terkait akan adanya pemekaran daerah di Papua. Ia mengungkapkan, barangkali memang daerah-daerah khusus seperti Papua dimungkinkan pemekaran selain daerah yang masuk moratorium. “Jadi nampaknya barangkali moratorium bisa jalan namun untuk daerah-daerah khusus bisa untuk pemekaran. Seperti yang terjadi di Papua oleh usulan Mendagri. Kan Papua ini daerah dikhususkan. Hanya saja hal ini masih akan kita tanyakan ke pemerintah pusat. Itu juga sudah kita sampaikan ke Biro Pemerintahan sewaktu rapat dengan komisi I,” ucapnya.

Memang diakuinya untuk menjadikan Provinsi Nusa Utara, perlu telebih dahulu memekarkan menjadi 5 daerah. Makanya usulan sebelumnya menurut dia, dijadikan dulu Talaud Selatan dan Kota Tahuna. Baru kemudian dibentuk Provinsi Nusa Utara. “Sehingga dia sudah memenuhi syarat untuk dijadikan Provinsi,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, sebelumnya memang sempat dia ikuti dalam berita yang disampaikan Dirjen Otda Kemendagri mengatakan, sekarang ini pemerintah belum mencabut moratorium. Hal itu karena masih akan fokus ke pemulihan ekonomi yang mengalami dampak Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). “Memang juga diakui untuk pemekaran ini pemerintah pusat harus menyiapkan dana yang cukup besar,” ucapnya.

Sementara, Kepala Biro Jemmy Kumendong ketika dikonfirmasi mengenai persoalan tersebut mengaku, belum menanyakan hal tersebut ke pemerintah pusat. “Belum itu, belum,” ungkapnya singkat, saat dihubungi.   

Diketahui sebelumnya, Komisi I DPRD Sulut telah melakukan rapat dengar pendapat dengan Biro Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi (Setdaprov) Sulut, belum lama. Personil komisi I, Arthur Kotambunan saat itu menyentil soal peluang bisa dilakukannya pemekaran untuk provinsi yang berbatasan dengan negara lain. Informasi itu didapatnya ketika melakukan pertemuan dengan pihak Kemendagri. "Barangkali bisa pemekaran bagi daerah yang berbatasan dengan negara lain," ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini dalam RDP, Selasa (23/3), di ruang rapat komisi I.

Kepala Biro Pemerintahan, Jemmy Kumendong saat RDP itu menyampaikan, memang moratorium asalnya dari pusat. Selama itu belum dicabut maka tidak bisa melakukan pemekaran daerah. "Kalau sudah dicabut berarti pemekaran akan jalan tapi selama belum dicabut masih belum ada pemekaran," ungkapnya.

Meski demikian, pihaknya akan melakukan konsultasi ke pemerintah pusat. Hal itu terkait peluang pemekaran untuk daerah yang berbatasan dengan negara lain. "Nanti akan ditindaklanjuti karena pak Arthur tadi yang bilang bisa pemekaran adalah provinsi yang berbatasan dengan negara lain. Berarti kan Sulut termasuk karena berbatasan dengan Filipina. Nanti akan ditindaklanjuti itu," kuncinya.

 

MENDAGRI BERI SINYAL PEMEKARAN

Tanda-tanda untuk adanya peluang dilakukan pemekaran daerah datang dari ungkapan Mendagri Tito Karnavian. Titik terang itu nampak ketika Mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) ini mulai mendorong daerah Papua supaya dibuat pemekaran.

Mendagri Tito Karnavian menginginkan pemerintah pusat bisa memutuskan pemekaran wilayah Papua tanpa harus melalui persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). “Dalam usulan pemerintah, kita mengharapkan selain ayat satu, opsi satu, dengan cara pemekaran melalui mekanisme MRP DPRP, yang kedua adalah pemekaran dapat dilakukan oleh pemerintah, maksudnya pemerintah pusat," kata Tito dalam rapat dengan Panitia Khusus Revisi UU Otonomi Khusus (Otsus) Papua di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/4) kemarin.

Tito menjelaskan, maksud dari opsi kedua adalah untuk memenuhi misi pemerintah pusat dalam rangka percepatan pembangunan dan meningkatkan layanan publik dan kesejahteraan masyarakat. Opsi kedua tersebut tetap memperhatikan kesatuan sosial budaya, adat, kesiapan sumber daya manusia (SDM), kemampuan ekonomi, perkembangan di masa mendatang serta aspirasi masyarakat Papua melalui MRP DPRP dan pihak-pihak lain yang terkait.

"Kenapa opsi ini disampaikan, karena opsi di MRP dan DPRP persetujuan. Kalau terkunci di sana, kalau deadlock di situ. Sedangkan aspirasi pemekaran itu cukup tinggi kita rasakan," ujar Tito.

Usulan pemekaran Papua ini menurutnya, terdiri dari enam provinsi yaitu Papua Barat Daya, Papua Barat, Papua Tengah, Pegunungan Tengah, Papua Selatan dan Papua Tabi Saireri. Tito menganggap pembahasan pemekaran wilayah di Papua rawan buntu alias deadlock jika harus melalui persetujuan dari MRP dan DPRP.

Ia mengklaim pemekaran wilayah Papua penting. Ini mengingat kondisi geografis yang sangat luas berdampak pada percepatan pembangunan, akses yang sulit serta birokrasi yang sangat panjang.

Menurutnya, pemekaran Papua menjadi Papua Barat telah membuahkan hasil meskipun pemekaran tersebut awalnya menimbulkan pro dan kontra. "Ini kita harapkan sama mereplikasi bagaimana percepatan Papua Barat berubah, mereplikasinya di Papua yang masih beberapa daerah cukup tertinggal melalui menyerap aspirasi pemekaran tersebut," kata Tito.

Ketentuan pemekaran wilayah Papua tertuang dalam Undang-udang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Pasal 76 UU 21/2001 menyebut, ‘Pemekaran Provinsi Papua menjadi provinsi-provinsi dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang". Sementara ketentuan pemekaran tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2007, aturan turunan dari UU pemerintah daerah (Pemda) lama. Sedangkan dalam UU Pemda baru yang disahkan tahun 2014 hingga kini belum ada turunan PP terkait pemekaran.

 

NUSA UTARA KESULITAN BERKEMBANG

Gaung pemekaran Provinsi Nusa Utara semakin nyaring. Desakan untuk membentuk daerah mandiri tersebut dinilai bukan tanpa dasar. Upaya mendorong perkembangan di wilayah kepulauan jadi penyebab.

Perkembangan selama ini di Nusa Utara dinilai bergerak lamban. Makanya pemekaran daerah dinilai bisa menjadi solusi. Dengan demikian masyarakat di kepulauan dapat membangun wilayah sendiri dari hasil pendapatan daerahnya. “Memang kalau kita ini jadi provinsi, tentu akan lebih berkembang. Karena kan kita memakai pendapatan daerah kita untuk kemajuan daerah kita sendiri,” ucap Gustaf Tamatompo warga Nusa Utara.

Selain itu menurutnya, Nusa Utara akan mendapatkan jatah alokasi anggaran dari pusat. Dengan demikian pembangunan bisa berjalan. Pendidikan bisa lebih maju dan kesehatan akan semakin berkembang. “Ke depan tentu kita berharap SDM (sumber daya manusia) di kepulauan akan lebih baik jika dimekarkan menjadi provinisi. Selain itu akses dari pulau ke pulau untuk pendidikan maupun untuk pelayanan kesehatan harapannya lebih baik lagi,” tuturnya.

Senada disampaikan tokoh publik Nusa Utara, Winsulangi Salindeho. Sejauh ini pengamatannya daerah kepulauan sangat sulit berkembang. Nusa Utara sebagai daerah terpencil dinilai seharusnya ada ‘special treatment’ untuk di Sulut. Dalam pengertian bahwa pemerintah harus memberikan spesial perlakuan di sana. Sebab selama ini Nusa Utara tetap sulit untuk dikembangkan. "Sulit untuk maju setara dengan yang ada di selatan Sulawesi Utara," tegasnya, belum lama.

Salah satu buktinya, hingga saat ini di Kabupaten Sitaro tidak pernah ada pompa minyak. Padahal bahan bakar sesuatu yang sangat penting. "Apakah untuk transportasi atau kegiatan nelayan dan sebagainya," urainya.

Menurutnya, ketika Bahan Bakar Minyak (BBM) mahal maka akan berdampak pada mata pencaharian masyarakat. "Misalnya katakanlah di Marore BBM sampai Rp30 ribu satu liter. Hasil tangkapan ikan akan jual berapa? Begitu juga nelayan di perbatasan Tahuna beli minyak dan dibawa ke Marore petugas anggap selundupan," jelasnya.

Daerah Nusa Utara dinilai tak perlu diragukan lagi ketika akan menjadi mandiri. Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat kuat di sektor perikanan dan kelautan. "Karena kita di kepulauan, jadi perikanan dan kelautan adalah yang paling besar akan mendapatkan PAD (pendapatan asli daerah)," tegas Winsulangi.

Potensi selanjutnya dikatakannya ialah pariwisata. Kemudian komoditas-komoditas tradisional yang ada di daerah Sangihe, Sitaro dan Talaud. "Banyak kan potensinya dan saya harapkan nantinya seperti kelapa itu harus diekspor barang setengah jadi. Karena sekarang pala ini bawa dulu di Surabaya baru diolah dan dikirim," tutur politisi senior Partai Golongan Karya (Golkar).

Pemerintah dimintanya segera ambil langkah. Perlu ada upaya serius pemerintah untuk memperjuangkan pemekaran di wilayah kepulauan. Desakan untuk mencabut moratorium pemekaran pun mengencang. "Yang kita harapkan supaya pemekaran bisa cepat dilaksanakan dan harus ada upaya pemerintah provinsi dan mencabut moratorium pemekaran. Kalau moratorium dicabut, peluang-peluang pemekaran akan ada," tegas Salindeho.

Menurut dia, sebenarnya kalau mengikuti program Nawacita Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat selaras dengan pemekaran daerah wilayah kepulauan. Hal itu karena spirit dari Nawacita adalah membangun dari pinggiran. "Apalagi kalau kita ikuti program Nawacita Jokowi adalah membangun dari pinggiran dari perbatasan," ujar Salindeho.

Pemekaran Nusa Utara menurutnya adalah sesuatu yang mutlak. Apalagi pemekaran Kota Tahuna dan Talaud Selatan telah disetujui oleh Gubernur Sinyo Harry Sarundajang sebelumnya. "Telah dilakukan deklarasi pemekaran Provinsi Nusa Utara yang waktu itu oleh wakil gubernur Djouhari Kansil. Makanya saya sudah ketemu dengan pak Penjabat Sementara Gubernur, Agus Fatoni," kuncinya.

Sebelumnya sempat diusulkan sejumlah daerah di Sulut untuk dimekarkan. Diantaranya dua provinsi yang direncanakan mekar yakni Provinsi Bolmong Raya dan Provinsi Perbatasan Nusa Utara. Sedangkan 7 kota kabupaten yakni Kabupaten Bolmong Tengah, Kabupaten Minahasa Tengah, Kota Langowan, Kabupaten Kepulauan Sangihe Selatan, Kota Tahuna, Kota Melonguange dan Kabupaten Talaud Selatan. (cnn/detik/tribun/tim ms)


Komentar

Populer Hari ini


Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting