USULAN PEMILU 15 MEI 2024 TUAI PRO KONTRA, KOALISI JOKOWI ‘TERBELAH’
Jakarta,
MS
Panggung politik di tanah air kembali riuh. Pro dan kontra muncul di balik jadwal pemilihan umum (pemilu) serentak tahun 2024 yang diusulkan pemerintah. Koalisi partai politik pengusung Joko Widodo – Ma’ruf Amin di Pemilu 2019 ‘terbelah’.
Tensi
politik jelang pemilu 2024 memang terus memanas akhir-akhir ini. Tak hanya
bursa calon yang ramai dibahas, kini waktu pelaksanaannya pun jadi topik hangat
yang dipergunjingkan kalangan elit politik. Pemerintah sendiri mengusulkan
pemilu serentak digelar pada 15 Mei 2024. Keputusan tanggal tersebut
berdasarkan hasil rapat bersama sejumlah menteri dengan Presiden Joko Widodo
dan Wakil Presiden di Istana Negara, Jakarta.
NASDEM-GOLKAR SEPAKAT
Usulan
ini menuai reaksi beragam dari para petinggi parpol. Sikap yang seirama dengan
pemerintah ditunjukkan Partai Nasdem dan Golkar. Dua parpol ini telah
menyatakan sikap mendukung usulan pemerintah soal pemilu tanggal 15 Mei 2024.
"Ya
kalau Fraksi NasDem di Komisi II mendukung usulan pemerintah terkait dengan
waktu pelaksanaan pemilu tanggal 15 Mei," kata Sekretaris Fraksi NasDem
DPR RI, Saan Mustofa, kepada wartawan, Selasa (28/9).
Wakil
Ketua Komisi II ini menyebut ada dua alasan pihaknya mendukung usulan tersebut.
Pertama terkait efisiensi anggaran. "Kenapa mendukung opsi itu ada dua hal
lah ya, pertama dari sisi efisiensi anggaran, kita ingin melakukan efisiensi
anggaran terkait dengan pemilu maupun pilkada. Nah anggaran yang diajukan oleh
KPU Rp 86 T terus Rp 26 T, kurang-lebih Rp 120 T pemilu dan pilkada, belum
nanti Bawaslu itu juga mengusulkan anggaran kan," ujarnya.
"Tentu
ini menjadi berat buat negara dalam situasi tengah mengalami krisis akibat
pandemi, itu harus kita efisienkan, bagian mana yang kita efisienkan tentu
melihat tahapan-tahapannya semua," lanjut Saan.
Alasan
kedua adalah efektivitas jalannya pemerintah. Sebab, dengan pemilu 15 Mei,
jarak waktu ke pelantikan tidak terlalu lama. "Kedua juga terkait dengan
efektivitas jalannya pemerintahan, kalau tenggat waktu terlalu lama dengan
pelantikan presiden ini juga akan mengganggu proses efektivitas pemerintahan,
ketika pemilu sudah berlangsung presiden terpilih tapi suasana sudah berbeda.
Hal ini perlu kita pertimbangkan, bagaimana kita membuat sisa pemerintahan
tetap efektif tidak mengganggu jalannya pemerintahan," ucapnya.
"Melihat
program dan agenda bangsa ini kenapa kita nggak perpendek, kalau di Februari
kan 8 bulan waktu yang sangat lama untuk peralihan ke presiden baru, itu ada
dinamika politik yang efeknya kurang bagus. Atas dasar dua itulah kami mendukung
opsi pemerintah 15 Mei," tutur Saan.
Senada
dengan NasDem, Partai Golkar menyatakan setuju dengan usulan pemerintah.
Waketum Golkar Ahmad Doli Kurnia sudah menyampaikan hal itu dalam rapat pleno
bersama Ketum Airlangga Hartarto. "Golkar setuju, dari hasil rapat pleno
dua kali malah, hari Sabtu dan semalam saya sampaikan ketum setuju dan semua
setuju dengan usulan pemerintah," tutur Doli.
Menurut
Doli, keputusan pemilu 15 Mei sudah melalui pertimbangan yang matang. Dengan
mempertimbangkan berbagai aspek dan menyesuaikan penanganan pandemi. "Jadi
putusan 15 Mei itu menurut saya dengan pertimbangan sangat matang dikaji dari
berbagai aspek salah satunya soal efisiensi, efektivitas, kemudian kami juga
kan mencoba menyingkatkan waktu tahapan karena kita mau fokus masalah
penanganan COVID," ujarnya.
SUSUL
PKS, PKB-PPP MENOLAK
Pandangan
berbeda datang dari sejumlah partai politik lain yang menolak usulan pemilu 15
Mei 2024. Kubu kontra usulan pemerintah diantaranya yaitu PKB dan PPP. Dua
parpol ini dulunya tergabung dalam koalisi pendukung Jokowi di pemilu 2019
bersama Golkar dan NasDem.
Sekretaris
Fraksi PPP DPR, Achmad Baidowi menegaskan bahwa Fraksi PPP di DPR tak
sepenuhnya setuju dengan usulan pemerintah yang berencana menggelar pemilu
presiden dan pemilu legislatif pada 15 Mei 2024 mendatang. "Kami tidak
sepenuhnya setuju dengan usulan pemerintah bahwa pemilu digelar 15 Mei
2024," kata pria yang akrab disapa Awiek itu, Selasa (28/9).
Awiek
menjelaskan bahwa tahun 2024 merupakan tahun politik di mana terdapat juga
perhelatan Pilkada yang rencananya digelar bulan November. Artinya, Ia
menegaskan bahwa jarak antara pemilu nasional bila disepakati bulan Mei dan
Pilkada hanya enam bulan.
Karenanya,
ia menilai jadwal yang paling rasional adalah memajukan pencoblosan pemilu
nasional ke bulan Maret atau tetap di bulan April 2024. Bukan justru malah
memundurkan jadwal ke bulan Mei 2024. "Ini sudah pasti berhimpitan dengan
pelaksanaan pilkada. Belum lagi kalau Pilpres 2 putaran, maka akan menyita
waktu. Termasuk juga sengketa di MK," kata dia.
Pihak
PKB sendiri tampak lebih kritis soal usulan ini. Wakil Ketua Komisi II DPR,
Luqman Hakim menilai rawan jika pencoblosan dilakukan pada Mei. Sebab, ia
memprediksi penyelesaian sengketa pemilu oleh Mahkamah Konstitusi (MK) akan selesai
pada pertengahan Agustus 2024.
"Jika
ini yang terjadi, kita harus bersiap menghadapi kekacauan tahapan Pilkada 2024
dan sangat mungkin berdampak Pilkada serentak November 2024 gagal
dilaksanakan," kata Luqman dalam keterangan tertulisnya, Selasa (28/9).
Ia
meminta pemerintah belajar dari Pemilu 2019 lalu. Waktu pencoblosan Pemilu 2019
dilakukan 17 April 2019. KPU menetapkan rekapitulasi hasil pemilu tanggal 21
Mei 2019. "Artinya, penetapan rekapitulasi pemilu 15 Mei akan dilakukan
sekitar tanggal 20 Juni 2024," katanya memprediksi.
Kemudian,
penyelesaian sengketa hasil Pemilu 2019 oleh MK baru rampung 100 persen bulan
Agustus 2019 atau sekitar 3 bulan dari penetapan rekapitulasi hasil pemilu atau
4 bulan setelah coblosan. Dirinya mengingatkan bahwa UU yang dipakai dasar
Pemilu 2019 dan 2024 sama. "Tidak ada perubahan sedikitpun. Artinya, alur
dan waktu Pemilu 2019 akan berulang pada pemilu 2024," kata dia.
Pandangan
PPP dan PKB ini selaras dengan kubu PKS yang menentang keras pemilu 15 Mei
2024. Bedanya PKS adalah partai oposisi yang kebijakannya kerap berlawanan
dengan pemerintah. Sementara PPP dan PKB adalah parpol pendukung pemerintahan
Jokowi-Ma’ruf bersama PDIP, Golkar dan NasDem.
PERTANYAKAN
KESERIUSAN PEMERINTAH
Nada
kritis terkait usulan pelaksanaan pemilu meletup. Politisi PKB, Luqman Hakim,
bahkan menyentil soal ‘kepentingan’ penguasa. Ia menilai kepentingan utama
pemerintah mematok 15 Mei 2024 adalah agar penetapan pasangan capres-cawapres
terpilih tidak terlalu jauh dari habisnya periode Presiden Jokowi 20 Oktober
2024. Sehingga ‘kekuatan dari kekuasaan’ pemerintah sekarang masih kokoh sampai
hari-hari akhir masa periode.
"Nampaknya
pemerintah khawatir, jika coblosan dilaksanakan 21 Februari 2024, maka sudah akan
ada pasangan capres-cawapres terpilih di sekitar bulan Maret 2021 (dengan
asumsi Pilpres hanya 1 putaran). Kehadiran capres-cawapres terpilih, mungkin
dianggap akan mengganggu efektifitas pemerintah yang akan berakhir 20 Oktober
2024," kata dia.
Menurutnya,
pertimbangan itu bisa dikesampingkan. Selama capres-cawapres terpilih belum
dilantik oleh MPR sebagai Presiden/Wakil Presiden 2024-2029, pemerintah yang
dipimpin Presiden Jokowi tetap sah dan tidak berkurang sedikitpun kekuasaannya
untuk menjalankan berbagai program dan kegiatan. "Jadi, pertanyaan utama
yang sekarang harus dijawab pemerintah, apakah pemerintah serius akan
melaksanakan Pemilu dan Pilkada serentak tahun 2024 sebagaimana diamanatkan UU
7 tahun 2017 dan UU 10 tahun 2016?" kata dia.
Dirinya
berharap dan berdoa agar simulasi pemerintah yang menginginkan pencoblosan
Pemilu 15 Mei 2024 tidak dijadikan rangkaian strategi oleh pihak tertentu untuk
menggagalkan pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak 2024. Ia juga berharap
dalam waktu dekat, KPU setelah berkonsultasi kepada DPR dapat memutuskan
tanggal pencoblosan Pemilu 2024 yang paling rasional.
"Sehingga
Pemilu dan Pilkada November 2024 dapat dilaksanakan secara demokratis dan
bermartabat," kata dia.
Sebelumnya,
Menko Polhukam Mahfud Md menyampaikan pemerintah telah melakukan rapat internal
membahas simulasi tanggal pelaksanaan Pemilu 2024. Hasilnya, 15 Mei dipilih
menjadi hari pencoblosan Pemilu 2024. "Pilihan pemerintah adalah tanggal
15 Mei (hari pemungutan suara)," kata Mahfud melalui rekaman video yang
diterima, Senin (27/9).
Mahfud
mengatakan, dalam simulasi, ada empat tanggal yang diajukan. Dari keempat
tanggal tersebut, dipilih tanggal 15 Mei dengan pertimbangan efisiensi waktu
dan juga biaya. "Bahwa kita bersimulasi tentang empat tanggal pengumuman
suara Pemilu Presiden dan legislatif 2024 yang urutannya tanggal 24 April, 15
Mei atau 8 Mei atau 6 Mei. Sesudah disimulasikan dengan berbagai hal terkait,
supaya bisa memperpendek kegiatan Pemilu agar efisien waktu maupun uangnya,
masa kampanye diperpendek, jarak antara pemungutan suara dengan pelantikan
presiden tidak terlalu lama," ujarnya.
Selain
memperhitungkan waktu dan biaya, Mahfud mengatakan alasan lain pemilihan
tanggal 15 Mei sebagai hari Pemilu 2024 adalah memperhitungkan hari besar keagamaan
dan hari besar nasional. Nantinya pemerintah akan menyampaikan usulan tanggal
tersebut ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU)
sebelum 7 Oktober 2021.
"Pokoknya
kalau terpilih (Presiden), lalu diantisipasi mungkin ada peradilan di MK
sengketa, atau mungkin ada putaran kedua dihitung semuanya kemudian
memperhitungkan hari besar keagamaan dan hari besar nasional. Tanggal 15 Mei
ini adalah tanggal yang dianggap paling rasional untuk diajukan kepada KPU dan
DPR sebelum tanggal 7 Oktober, tidak bisa mundur ke berikutnya lagi karena
tahapannya harus ditentukan tanggalnya," ucapnya.(cnn/dtc/rpbk)
Komentar