OMICRON TEROR PTM, SISWA TERANCAM ‘DIRUMAHKAN’
Jakarta,
MS
Teror virus Corona varian Omicron terus merebak di tanah air. Kehidupan normal yang mulai dinikmati masyarakat pun terancam kembali direnggut. Tak terkecuali Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen di sekolah yang baru beberapa minggu diterapkan secara nasional.
Tren
peningkatan kasus baru Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) beberapa pekan
terakhir memang kans berdampak pada revisi ulang kebijakan-kebijakan yang
melonggarkan aktifitas masyarakat. Khusus PTM di sekolah, kekhawatiran sejumlah
pihak mulai menyeruak. Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi
(Kemendikbud Ristek) diminta untuk mengevaluasi pelaksanaan PTM terbatas. Hal
ini menyusul meningkatnya temuan kasus Covid-19 varian Omicron di Tanah Air.
Para siswa pun terancam kembali ‘dirumahkan’.
Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) bersama Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi
dan Terapi Intensif (PERDATIN) serta organisasi profesi lainnya telah mengirim
surat kepada pemerintah untuk mengevaluasi pembelajaran tatap muka (PTM) 100
persen. Permintaan tersebut seiring meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia.
"Kami
bersurat dengan kementerian terkait, bersama 4 organisasi profesi lainnya IDAI,
Perki, Perdatin, dan kami bersurat menyampaikan hal-hal perlu dievaluasi
kembali terkait PTM ini," kata Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Piprim Basarah Yanuarso dalam diskusi ‘IDAI menjawab kegalauan tentang vaksin
Covid-19 pada anak’ dalam video teleconference.
Pimprim
menyayangkan ada beberapa sekolah yang ditutup disaat kasus Covid-19 meningkat
dan PPKM level 2 diterapkan. Sebab menurut dia seharusnya PTM tidak dilakukan
100 persen dan dapat menerapkan pembelajaran secara hybrid. "Mungkin opsi
hybrid suatu pilihan yang terbaik agar kita bisa melindungi anak-anak
kita," ujarnya.
Dia
juga menjelaskan untuk siswa pendidikan usia dini (Paud) atau anak usia di
bawah 6 tahun yang belum divaksin agar tidak mengikuti pembelajaran tatap muka.
"IDAI rekomendasinya adalah sekolah daring dulu," pungkasnya.
WAPRES MINTA EVALUASI, LUHUT TEGASKAN PTM BERLANJUT
Kondisi
saat ini memang menyulut kekhawatiran bagi para siswa yang melaksanakan PTM 100
persen di sekolah. Wakil Presiden (Wapres) RI Ma’ruf Amin meminta kepada
jajaran untuk kembali mengevaluasi penyelenggaraan PTM, khususnya yang
berlangsung di sekolah.
Wapres
menilai evaluasi perlu dilakukan mengingat adanya ancaman puncak penyebaran
varian Omicron yang diprediksi berlangsung pada Februari hingga Maret 2022.
“Sampai 18 januari 2022 itu terdapat 41 sekolah SD/SMA di Jakarta yang sebagian
siswanya positif Covid-19,” kata Wapres saat memimpin Rapat Terbatas (Ratas)
mengenai Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Senin
(24/1) melalui konferensi video.
“Bagaimana
kira-kira kelanjutan kebijakan dari PTM ini, pembelajaran tatap muka ini.
Karena penyebarannya cepat dan bahkan diperkirakan Februari ini akan mencapai
puncaknya dan sampai dengan awal Maret,” sambungnya.
Berbeda
dengan Wapres, di waktu yang hampir bersamaan Menteri Koordinator bidang
Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, menegaskan
bahwa PTM dengan kapasitas siswa 100 persen tetap dilaksanakan meski ada
lonjakan kasus Covid-19 akibat varian Omicron. Luhut mengatakan pemerintah saat
ini menilai belum ada perkembangan yang mengkhawatirkan dari penyebaran
Covid-19, sehingga pelaksanaan pembelajaran tatap muka 100 persen akan tetap
berjalan.
"Pembelajaran
tatap muka tetap dilaksanakan [100 persen]. Kalau ada hal-hal yang luar biasa,
akan kami ambil kebijakan tersendiri. Kami tidak ada rencana untuk menghentikan
sekolah tatap muka," kata Luhut dalam keterangan pers dikutip melalui
Youtube Sekretariat Presiden, Senin (24/1).
Dia
menyatakan pemerintah juga sudah siap menghadapi lonjakan kasus Covid-19 akibat
varian Omicron, hal ini dilakukan dengan memastikan kesiapan rumah sakit di
Indonesia, maupun fasilitas penunjang lainnya. Meski kasus meningkat, kata
Luhut, pemerintah tetap dalam kendali penuh menghadapi varian Omicron, sebab
peningkatan kasus relatif terkendali.
"Jumlah
kasus konfirmasi dan aktif harian masih lebih rendah lebih dari 90 persen jika
dibandingkan dengan kasus puncak Delta," ujarnya.
Luhut
juga menyebutkan, sejak varian Omicron ditemukan satu bulan yang lalu di
Indonesia sampai dengan hari ini belum terlihat tanda-tanda kenaikan kasus
seperti yang terjadi di belahan negara yang lain. "Saat ini juga posisi
bed occupancy rate (BOR) di Jawa Bali jauh lebih baik dibandingkan dengan awal
kenaikan varian Delta sehingga memberikan ruang yang lebar sebelum mencapai
batas mengkhawatirkan 60 persen. Kasus kematian harian di seluruh wilayah Jawa
Bali selama 14 hari terakhir juga masih pada tingkat yang cukup rendah,"
jelasnya.
Kendati
demikian, dia menegaskan pemerintah akan tetap waspada terutama melihat Angka
Reproduksi Efektif yang mulai mengalami peningkatan.
KEMDIKBUD SIAPKAN SKENARIO HADAPI COVID
Menanggapi
kondisi ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
(Kemendikbud Ristek) mengklaim telah menyiapkan skenario dalam menghadapi
fluktuasi kasus Covid-19 di lapangan mengacu pada level PPKM.
"Ketentuan
yang ditetapkan dalam SKB Empat Menteri sudah mempertimbangkan dan
mengakomodasi mekanisme berdasarkan level PPKM. Termasuk jika ada kondisi
penyebaran yang meningkat," katanya Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro
Kerja Sama dan Humas Kemendikbud Ristek, Anang Ristant, Senin (24/1).
Menurutnya,
jika suatu daerah masih belum diberlakukan PPKM level 4, maka daerah tersebut
masih bisa menggelar PTM terbatas secara 100 persen. "Kalau daerah
tertentu ditetapkan sebagai PPKM level 3 dan 4 otomatis tidak PTM terbatas 100
persen. Apalagi PPKM level 4, wajib menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh
(PJJ)," ujar dia.
"Rincian
terkait hal ini dapat dilihat langsung di dalam SKB Empat Menteri," lanjut
Anang.
Sebelumnya,
Mendikbud Ristek Nadiem Makarim memastikan aturan dalam SKB)= empat menteri
sudah memperhitungkan peningkatan kasus Omicron. SKB 4 menteri telah mengakomodasi
kebijakan PTM hingga pembelajaran jarak jauh 100%. Ini artinya, ketentuan
tersebut tidak memaksa PTM digelar secara penuh di tengah peningkatan kasus
corona.
"SKB
empat menteri mengakomodasi semua skenario. Kalau misalnya Omicron meningkat
atau kalau sudah selesai," kata Nadiem baru-baru ini.
Kebijakan
PTM diatur berdasarkan penerapan PPKM di daerah, capaian vaksinasi dosis kedua
pada Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK), serta vaksinasi dosis 2 pada
lansia. "Belajar 100% offline itu hanya untuk PPKM zona 1 dan 2, serta ada
pembatasan jam," ujar mantan Bos Gojek itu.
Apabila
daerah menerapkan PPKM level 1 dan 2, memiliki capaian vaksinasi dosis 2 pada
PTK di atas 80%, dan vaksinasi dosis 2 lansia di atas 50%, sekolah di wilayah
itu dapat menerapkan PTM 100% dengan durasi maksimal 6 jam. Saat ini, ada
276.032 sekolah yang masuk dalam kriteria tersebut. Kemudian, sekolah yang
berada di wilayah PPKM level 1 dan 2, memiliki capaian vaksinasi dosis 2 pada
PTK sebesar 50-79%, dan lansia 40-50%, dapat menerapkan PTM 50% dari kapasitas
dengan durasi maksimal 6 jam.
Sebanyak
96.252 sekolah memenuhi dalam kriteria ini. Sementara, sekolah di daerah PPKM
level 1 dan 2 dengan capaian vaksinasi dosis kedua pada PTK kurang dari 50% dan
lansia kurang dari 40%, dapat melakukan PTM setengah dari kapasitas sekolah
dengan durasi maksimal 4 jam pelajaran. Sebanyak 36.774 sekolah masuk kategori
ini. Sedangkan, sekolah di wilayah PPKM level 3 dengan capaian vaksinasi dosis
kedua pada PTK lebih dari 40% dan lansia lebih dari 10%, bisa menerapkan PTM
50% dari kapasitas dengan durasi paling banyak 4 jam pelajaran. Pihaknya
mencatat, ada 7.962 sekolah yang memenuhi kriteria tersebut.
Di
luar itu, sekolah di daerah PPKM level 3 dan capaian vaksinasinya lebih rendah
harus menerapkan pembelajaran jarak jauh secara penuh. Begitu pula dengan
sekolah di wilayah PPKM level 4. Sementara, sekolah di daerah terpencil dapat
melakukan PTM 100% dengan durasi paling lama 6 jam.
Sekretaris
Jenderal Kemendikbud Ristek Suharti mengatakan, PTM terbatas ditujukan untuk
menghindari hilangnya kemampuan atau pengetahuan siswa (learning loss).
"PTM terbatas untuk menghindari learning loss yang semakin tajam, tapi
tetap menjaga risiko penularan Covid-19," ujar dia.
Jika
ada klaster penularan corona, sekolah harus ditutup minimal 14 x 24 jam.
Kemudian, sekolah juga melakukan tes acak Covid-19 kepada peserta didik.
Apabila kasus positif ditemukan di atas 5%, PTM akan dihentikan sementara. PTM
juga akan dihentikan apabila ada notifikasi kasus hitam pada warga satuan
pendidikan di atas 5%.
"Hitam
artinya konfirmasi positif atau kontak erat dengan kasus Covid-19," ujar
Suharti.
Berdasarkan
hasil surveilans di 53 kabupaten/kota, sebanyak 212 atau 0,28% siswa dari total
76.144 anak positif corona. Meski begitu, ia memastikan evaluasi PTM terus
dilakukan bersama dengan Kementerian Kesehatan.(mdk/lp6)
Komentar