Lucky Rumopa: Sulut Dari Dulu Sudah ‘Welcome’ Dengan Siapa Saja

Polemik Museum Holocaust Yahudi di Tondano


Manado, MS

Pembangunan Museum Holocaust Yahudi di Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut), menuai banyak kritik dari sejumlah tokoh nasional. Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulut, Pdt Lucky Rumopa turut angkat bicara.

Menurut dia, museum atau pameran yang dibuka secara resmi pada 27 Januari 2022, tidak perlu diperdebatkan. Alasannya, sampai saat ini, tidak ada satu pun masyarakat di bumi Nyiur Melambai, mempersoalkan kehadiran Museum ataupun bahkan keberadaan komunitas Yahudi di daerah ini.

"Museum atau Pameran Holocaust Yahudi yang dilakukan oleh komunitas Yahudi di Sulawesi Utara, itu pertama, merupakan kultur (tradisi Yahudi). Tradisi yang sudah cukup lama mereka lakukan yang lebih menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat kemanusiaan," kata Rumopa, Kamis (3/2).

Lanjutnya, kegiatan yang dilakukan oleh komunitas Yahudi di Tondano itu dalam rangka peringatan pembantaian orang-orang Israel yang ada di Jerman pada waktu itu di perang dunia kedua.

"Kedua, komunitas Yahudi di Sulawesi Utara tidak dipandang sebagai salah satu denominasi aliran kepercayaan atau agama. Sebab agama yang diakui oleh Indonesia cuma enam," bebernya.

"Sehingga, baik pemerintah dan masyarakat setempat, menempatkan kehadiran Yahudi ini yang konon sebelum Indonesia merdeka, komunitas ini (Yahudi, red), sudah ada di Sulawesi Utara. Tapi dianggap sebagai kultur," sambung dia.

Dijelaskan juga Sulut adalah daerah Nyiur Melambai yang dari dahulu sudah ‘welcome’  dengan siapa saja.

"Sejak tahun 1840-an saja, kita sudah ‘welcome’ dengan orang-orang luar. Baik dari China maupun Arab. Bahkan, Mochammad Khalifah atau dikenal Kiai Madja, Kiai Mojo datang kesini, (Sulawesi Utara, red), hingga tinggal tetap sampai beranak-cucu di sini, bisa diterima oleh masyarakat," ungkapnya.

"Jadi, Sulawesi Utara salah satu daerah dengan kultur yang sangat unik juga. Dalam pengertian bahwa, semua ‘welcome’. Mau tradisi China hadir, Filipina hadir, dari India bahkan dari Pakistan-Arab hadir," jelasnya lagi.

Jadi FKUB Sulut, meletakkan kehadiran komunitas Yahudi ini adalah kultur budaya. "Satu sisi menanggapi soal holocaus, cuma internal mereka. Tidak juga secara luas memamerkan ke masyarakat. Sebab yang hadir juga dalam acara tersebut cuma 20 orang. Sementara komunitas Yahudi di Sulawesi Utara ada sekitar 200-an," terang Rumopa.

Karena itu, lanjut Ketua FKUB Sulut ini, sejauh tidak mengganggu stabilitas keamanan masyarakat sekitar, menurut saya sah-sah saja, tidak jadi masalah.  "Kita belajar saja menghargai perbedaan-perbedaan Suku, Ras dan Agama," ujar dia.

Oleh sebab Rumopa sangat berharap, problem dan persoalan komunitas Yahudi tidak perlu dibesar-besarkan. Karena dengan kultur mereka membangun, walaupun mereka belum dilihat sebagai salah satu agama, sehingga pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama, masih sebatas monitor.

"Tapi bukan dilihat sebagai agama, sehingga tidak ada sebuah perijinan. Kita masih melihat sebagai suatu kultur. Tetapi, kegiatan-kegiatan atau aktivitas mereka itu dipantau. Oleh sebabnya, dalam kegiatan pameran holocaus itu, ada pemerintah juga turut hadir memantau," pungkas Nominator BPMS GMIM periode 2022-2027 ini.

Diketahui, pada acara acara peresmian pembukaan Museum Holocaust dihadiri Bupati Minahasa Royke Octavian Roring, Wakil Bupati Minahasa Robby Dondokambey hingga Duta Besar Jerman untuk Indonesia Ina Lepet. (sonny dinar)

 


Komentar

Populer Hari ini



Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting