PAPUA SELATAN MENGKRISTAL, BMR CS BERPELUANG


Jakarta, MS

Sinyal runtuhnya moratorium pemekaran wilayah mengencang. Lampu hijau pembentukan wilayah baru kini menyala di sejumlah daerah di Bumi Cenderawasih. Paling berpeluang Provinsi Papua Selatan.

Kondisi itu memantik refleks ratusan wilayah Calon Daerah Otonomi Baru (CDOB) di bumi Nusantara. Diprediksi, pencabutan keran moratorium pemekaran kans dilakukan pemerintah. Sepanjang tahun 2014-2019, ada sekira 314 daerah yang mengusulkan pemekaran kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sayang, pemerintah pusat melakukan moratorium pemekaran dengan alasan defisit anggaran naik. Dari ratusan daerah, ada 4 CDOB dari Sulawesi Utara (Sulut) yang telah memenuhi persyaratan. Masing-masing calon Provinsi Bolaang Mongondow Raya (BMR), Kota Langowan, Kota Tahuna dan Kabupaten Talaud Selatan.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, dengan rencana pembentukan provinsi baru, moratorium pemekaran akan dicabut. Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pemekaran atau penggabungan wilayah masuk daftar kumulatif yang bisa sewaktu-waktu dimunculkan lagi.

Terkait rencana pemekaran wilayah di Papua itu, Mahfud mengatakan, kemungkinan ada dua provinsi baru. "Ya itu tadi pemekaran. Jadi membuka mungkin dibuka provinsi baru di sana. Mungkin ditambah dua gitu, ya," terang Mahfud di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (29/10).

Meski begitu, Mahfud mengakui, kepastian pemekaran wilayahnya akan dianalisis terlebih dulu. Harus dipastikan di mana saja kantong-kantong penduduknya, dan bagaimana membuat asimilasi orang gunung dan orang pantai. "Kami lihat dulu bagaimana nanti di Kemenko Polhukam, bagaimana nanti di DPR. Tentu saja sebelum ke itu semua dan sesudah itu semua bagaimana Presiden, kan begitu. Analisis di situ nanti akan didalami," ujar Mahfud.

Terpisah, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, memastikan pemerintah pusat kemungkinan mengakomodasi hanya penambahan dua provinsi di Papua. Pemekaran tersebut sedang dijajaki pemerintah pusat. "Namun sepertinya dari pemerintah pusat kemungkinan mengakomodir hanya penambahan 2 provinsi. Ini yang lagi kami jajaki," kata Mendagri di gedung Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Selatan, Selasa (29/10).

Tito memastikan yang bakal menjadi provinsi baru di Papua karena pemekaran adalah Provinsi Papua Selatan. Papua Selatan meliputi lima daerah. "Yang jelas Papua Selatan sudah okelah. Tinggal pemekaran Kota Marauke harus karena harus lima, sementara baru empat, Mappi, Beoven Digoel, Asmat, Marauke," ujarnya.

Menurut dia, saat ini hanya menunggu pemekaran Kota Merauke untuk menuju tahap selanjutnya pemekaran Provinsi Papua Selatan. Mendagri mengaku Gubernur Papua Lukas Enembe telah sepakat dengan langkah tersebut. "Kalau ada Kota Merauke, maka oke. Papua Selatan hampir nggak ada masalah, termasuk gubernurnya, Pak Lukas Enembe, nggak ada masalah," imbuh Tito.

Titik terang peluang pemekaran di wilayah Papua dan Papua Barat, dinilai ikut berdampak positif bagi  4 calon DOB di Sulut Cs. Sebab moratorium pemekaran DOB  berpotensi akan dicabut. “Ini bisa jadi pintu masuk bagi pemekaran BMR Cs. Kan kalau pemerintah dan DPR setuju ada DOB dimekarkan, berarti moratorium pemekaran dicabut,” tanggap Direktur Eksekutif Tumbelaka Academic Centre (TAC), Taufik Tumbelaka, belum lama ini.

“Apalagi BMR Cs sudah memenuhi persyaratan. Jadi kalau keran moratorium dibuka pemerintah, maka  4 calon DOB di Sulut bisa mulus,” sambungnya.

Meski begitu, momentum ini dinilai perlu dikawal. “Walau pemekaran BMR Cs sudah pernah disetujui oleh DPD dan DPR, tapi tetap harus dikawal. Karena yang mengajukan DOB itu ada ratusan daerah,” terang jebolan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu.

“Kalau pun moratorium dicabut, kan tetap akan menjadi keputusan politik di DPR. Jadi lobi-lobi harus tetap dilakukan,” sambung Bung Taufik, sapaan akrabnya.

Kecuali, lanjut Taufik, ada kebijakan khusus yang diambil pemerintah, terkait persoalan yang terjadi di Papua dan Papua Barat. “Kecuali ada kebijakan strategis nasional yang akan diambil pemerintah dan DPR guna menyelesaikan permasalahan di Papua dan Papua Barat. Tapi tentu harus ada payung hukumnya,” imbuh putra Gubernur pertama Sulut itu.

Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan kerja untuk meresmikan jalan antara Pegunungan Arfak dan Manokwari. Di sela-sela kunjungan tersebut, Jokowi menjanjikan pemekaran untuk wilayah Pegunungan Tengah, Papua.

Dia mengatakan ada 183 usulan pemekaran daerah di atas mejanya. Sebelumnya, tokoh adat Papua juga sempat meminta Jokowi memberikan izin pemekaran wilayah Papua saat berkunjung ke Istana Kepresidenan. "Sebetulnya saya ngomong apa adanya. Sudah saya sampaikan sejak awal kita telah moratorium. Tidak ada pemekaran di seluruh Indonesia," ujar Jokowi saat menemui perwakilan tokoh masyarakat Papua di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Senin (28/10).

"Begitu dibuka satu yang lain pasti ngantre di depan kantor setiap hari. Tapi khusus untuk Pegunungan Tengah... jangan tepuk tangan dulu... akan saya tindaklanjuti," sambung Jokowi.

 

PKS SETUJU PEMEKARAN DI PAPUA

Kebijakan pemerintah pusat memberikan ruang pemekaran wilayah bagi sejumlah wilayah di Tanah Papua mendapat dukungan. Termasuk dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang diketahui menjadi partai oposisi pemerintahan Jokowi-Amin.

Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, menilai kedatangan Presiden Jokowi ke Papua bukan hanya untuk menari-nari bersama warga. Dia berharap Jokowi memaparkan lebih lanjut soal hasil kunjungan kerja ke Papua dan Papua Barat. "Menurut saya sangat menistakan akal sehat masalah Papua cuma selesai dengan nari-menari, tentu Pak Jokowi mengatakan tidak cuma nari-menari, tapi ada. Tapi what next-nya enakan dijelasin kok," ucap Mardani, dalam diskusi ‘DPR RI 2019-2024 Antara Kritik dan Harapan’, di The Indonesian Institute, Jalan HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (29/10).

Mardani mengatakan PKS sepakat dengan rencana pemekaran wilayah di Papua dan Papua Barat. Menurut Mardani, pemekaran daerah bisa memicu pembangunan di Papua. "Saya contoh berteriakan segeralah khusus cabut moratorium pemekaran daerah. Papua Barat pecah jadi 2 provinsi, Papua pecah menjadi 3 provinsi, dengan adanya 5 provinsi di Papua akan banyak pelayanan masyarakat diberikan, universitas, rumah sakit, kita punya ASN itu akan membuat Papua punya peluang jauh lebih berkembangan mengejar ketertinggalan," ujar Mardani.

Mardani menilai ketertinggalan pembangunan di Papua harus segera dikejar oleh pemerintah. Dia menilai Jokowi punya otoritas untuk mendorong pemekaran wilayah dan pembangunan di Papua. "Harus segera dikejar dan wajar, jangan yang lain ngiri. Presiden yang punya otoritas bisa ‘khusus Papua tahun ini kami berencana untuk memekarkan, kita akan bikin 5 universitas, kita akan bangun pabrik, kita akan berikan beasiswa’. Sehingga jelas," imbuhnya.

 

SRI MULYANI PUTAR OTAK PIKIRKAN ANGGARAN

Pemerintah pusat mengakomodasi pemekaran provinsi di Papua. Papua Selatan disebut akan dimekarkan. Itu dinilai berimbas pada anggaran.

Menanggapi hal itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati masih melihat implikasi anggaran. Apalagi pelaksanaan APBN tahun 2019 akan rampung dalam dua bulan lagi. "Kan kalau ada pemikiran atau arah keputusan politik, dalam rangka pembentukan daerah Provinsi baru, tentu ada langkah-langkah dari sisi legal, peraturan untuk mendukungnya dan nanti implikasi anggarannya," kata Sri Mulyani di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (29/10).

Dirinya mengaku tidak bisa menjamin percepatan penyediaan anggaran pemekaran provinsi tersebut. Sebab, proses penyediaan anggaran harus sesuai dengan aturan yang berlaku. Akan tetapi, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengungkapkan bahwa infrastruktur perkantoran Pemerintah bisa memanfaatkan bangunan yang sudah ada sebelumnya. "Kan semuanya tidak harus baru, karena dari sisi gedung Pemerintah dan lain-lain menggunakan yang ada dulu. Bertahap bisa dipenuhi," jelas dia.

 

ASA BMR CS

Perjuangan BMR Cs menjadi DOB berliku. Penantian panjang, tak kunjung klimaks. Padahal, BMR Cs telah mendapat Amanat Presiden (Ampres) yang kini dikenal dengan Surat Presiden (Supres) dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun hingga kini, tak kunjung ditetapkan dalam sidang Paripurna DPR atau masih menunggu untuk disahkan menjadi Undang-Undang DOB.

Diketahui, pemekaran calon Provinsi BMR, Kota Langowan, Kota Tahuna dan Kabupaten Talaud Selatan, nyaris terealisasi pada tahun 2014 lalu. Keempat calon DOB dari Sulut itu, telah masuk di 65 calon DOB yang telah mendapat persetujuan dari DPR dan DPD.

Aspirasi pemekaran DOB kembali digaungkan Forum Komunikasi Nasional Percepatan Pembentukan DOB (Forkonas PP-DOB) pada akhir tahun 2018 lalu. Forum yang dinahkodai Sehan Landjar itu sempat menggelar aksi di depan gedung DPD dan DPR untuk mendesak moratorium pemekaran dareah di cabut.

Bak gayung bersambut aspirasi Forkonas PP-DOB direspon DPD RI. DPD melalui Ketua Komite I saat itu, Benny Ramdhani, mempertemukan Forkonas PP-DOB dengan Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani.

Di forum itu Benny mendesak, pemerintah harus menjalankan perintah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Pemekaran dan DOB adalah tuntutan dari undang-undang. Pemerintah didorong untuk mengeluarkan dua Peraturan Pemerintah (PP) sebagai landasan DOB. Yakni PP tentang Penataan Daerah dan Desain Besar Penataan Daerah.

Itu merujuk dari hasil Konsolidasi Nasional DPD RI dengan Kemendagri dan seluruh Kepala Daerah serta delegasi dari calon DOB Pada 4 Oktober 2016 silam. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa Pemerintah menerima usulan 173 DOB. Usulan DOB ini terdiri atas 16 Provinsi dan 157 Kabupaten/Kota. Namun kembali pemerintah berdalih belum bisa merestui pemekaran calon DOB dengan alasan masalah keuangan negara.(detik/tempo/cnn/tim ms)


Komentar


Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting