CORONA ‘GANTUNG’ PILKADA


Jakarta, MS

Gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) resmi diundur ke bulan Desember. Itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun  2020, yang baru diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi), Selasa (5/5) kemarin.

Langkah pemerintah mengundur tahapan pemungutan suara dari bulan September, karena dipicu penyebaran Corona yang masif menggerogoti tanah air. Pun begitu, pengunduran waktu pelaksanaan masih berpotensi terjadi apabila bencana nasional pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) masih berlangsung.

Itu tertuang dalam Perppu Nomor 2 tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Dalam penjelasannya, pemungutan suara serentak pada bulan Desember 2020 ditunda dan dijadwalkan kembali apabila tidak dapat dilaksanakan karena bencana nasional pandemi COVID-19 belum berakhir.

"Dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A," tulis pasal 201A ayat (3) Perppu.

Adapun mekanismenya diatur dalam pasal 122A yang berbunyi: (1) Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal l2O dilaksanakan setelah penetapan penundaan tahapan pelaksanaan Pemilihan serentak dengan Keputusan KPU diterbitkan. (2) Penetapan penundaan tahapan pelaksanaan Pemilihan serentak serta pelaksanaan Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu pelaksanaan Pemilihan serentak lanjutan diatur dalam Peraturan KPU.

Sebelumnya, keputusan awal Pilkada digeser dari September menjadi Desember 2020 tercetus dalam rapat Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian hingga Komisi Pemilihan Umum (KPU). Mereka menyepakati Pilkada serentak dilaksanakan pada 9 Desember 2020.

"Komisi II DPR RI menyetujui usulan pemerintah terhadap penundaan pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak tahun 2020 menjadi tanggal 9 Desember 2020," terang Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung saat membacakan kesimpulan rapat dengan Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP, Selasa (14/4).

Sebelum dimulainya kembali tahapan Pilkada Serentak, Komisi II bersama Mendagri serta KPU hingga Bawaslu, akan melaksanakan rapat kerja terkait kesiapan pelaksanaan tahapan lanjutan Pilkada 2020. Rapat itu akan dilaksanakan setelah masa tanggap darurat pandemi virus Corona berakhir atau sekitar awal Juni 2020. "Sebelum dimulainya pelaksanaan tahapan Pilkada Serentak tahun 2020, Komisi II DPR RI bersama Mendagri dan KPU RI akan melaksanakan rapat kerja setelah masa tanggap darurat berakhir untuk membahas kondisi terakhir perkembangan penangan pandemi COVID-19, sekaligus memperhatikan kesiapan pelaksanaan tahapan lanjutan Pilkada Serentak tahun 2020," ujar Doli.

Untuk diketahui, Presiden Jokowi resmi menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2020. Lewat Perppu tersebut, Presiden memutuskan pemungutan suara Pilkada 2020 digeser ke Desember 2020. 

BAWASLU UNGKAP POTENSI MALADMINISTRASI

Pilkada akan dilaksanakan 9 Desember. Waktu gelaran pemungutan suara itu mulai ditakar. Termasuk dari kalangan penyelenggara pesta demokrasi.

Seperti disampaikan pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). ‘Pengawas’ pesta demokrasi ini menilai adanya potensi maladministrasi apabila Pilkada Serentak dilaksanakan pada 9 Desember 2020. Salah satunya potensi ‘abuse of power’ yang dilakukan petahana dengan modus bantuan sosial (bansos) di tengah pandemi Corona.

"Dari pandangan kami, memang ada beberapa potensi maladministrasi pemilu atau potensi pelanggaran manakala (Pilkada Serentak) di 9 Desember 2020, yang pertama abuse of power yang hari ini kita bisa sampaikan dari petahana dan juga barangkali akan merebaknya politik uang. Dan tentu yang lain soal data pemilih yang kurang akurat, regulasi kurang belum selesai, verifikasi calon perseorangan belum maksimal, kemudian soal logistik dan terjaminnya seluruh pihak," jelas Ketua Bawaslu RI, Abhan, dalam diskusi daring, Selasa (5/5).

Abhan mengungkapkan, ada potensi penyalahgunaan bansos di masa pandemi COVID-19 bagi petahana yang akan maju kembali di Pilkada 2020. Menurutnya seharusnya petahana itu percaya diri, tanpa melakukan upaya kampanye terselubung dalam bentuk bansos Corona. "Fokus hari ini adalah soal potensi abuse of power bagi petahana dan money politics. Sebetulnya bahwa petahana ini harus percaya diri karena sebagai petahana tentu sudah dikenal, tetapi alih-alihnya bisa percaya diri malah ini potensinya penyalahgunaan terhadap bantuan COVID-19 ini," ujar Abhan.

Abhan mengatakan di beberapa daerah sudah terjadi hal semacam itu dengan modus bantuan sosial terkait penanganan Corona. Bantuan itu diberi label dan simbol-simbol kepala daerah, ada yang diberi jargon-jargon kampanye periode sebelumnya meskipun saat ini belum masa kampanye. "Dan yang ketiga adalah pemberian bansos tidak mengatasnamakan pemerintah, tetapi atas nama langsung pribadinya," ungkap Abhan.

Di sisi lain, dia mengungkap adanya kendala dalam penerapan UU 10/2016 Pasal 71 dan Pasal 73. Dalam Pasal 73 UU 10/2016, tertuang aturan melarang calon dan/atau tim kampanye menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih. "Saat ini pertama belum ada calon, juga belum ada tim kampanye secara formal yang didaftarkan kepada KPU, dan juga belum masanya kampanye. Kalau seandainya sudah ada penetapan calon belum adanya masa kampanye, maka bisa kita kenakan dengan nanya kampanye di luar jadwal karena belum saatnya kampanye tapi sudah melakukan kampanye, mana kala sudah ada penetapan paslon tapi saat ini belum ada paslon," lugasnya.

KPU UNGKAP TATA CARA PILKADA DI TENGAH PANDEMI

Presiden Jokowi resmi mengeluarkan Perppu penudaan pelaksanaan pilkada. Gelaran pesta demokrasi masih berpeluang diundur apabila wabah COVID-19 belum usai. Meski begitu, KPU telah memiliki ‘formula’ jika pilkada tetap dilaksanakan di tengah pandemi. Antara lain, proses verifikasi akan dilakukan secara online dan penempatan bilik TPS dengan jarak berjauhan.

"Terkait dengan terkait pemuktahiran data pemilih. Nah itu apakah memungkinkan UU yang mengatur pasal pemuktahiran data pemilih, verifikasi dukungan calon itu semua diubah jadi digital verification. Termasuk nanti kampanye, jadi digital campaign. Tidak ada lagi kampanye-kampanye yang melibatkan pertemuan-pertemuan itu," jelas Ketua KPU Arief Budiman dalam diskusi virtual bersama Perludem pada Minggu (19/4).

Selain itu, Arief telah merancang tempat pemungutan suara (TPS) dalam jarak yang berjauhan. Hal ini sesuai dengan protokol COVID-19. Ia pun akan mengatur keluar-masuknya pemilih ke dalam TPS. "Termasuk pemungutan suara, KPU sudah merancang ketentuan membangun TPS itu harus lebih lebar lagi sehingga jarak lebih terukur dan tidak berimpitan. Kemudian jumlah pemilih per TPS akan kita kurangi, kalau kita ikuti jumlah yang sekarang bisa sampai 800 itu banyak sekali orang dalam TPS," urainya.

Namun, Arief pun menegaskan bahwa penerapan kebijakan ini perlu disesuaikan agar kualitas pilkada tetap baik. Kebijakan ini pun harus didiskusikan terlebih dulu dengan pemerintah dan DPR, mengingat setiap kebijakan ada konsekuensi yang harus dihadapi. "Tapi tentu setiap kebijakan disesuaikan untuk buat pilkada terjaga kualitasnya punya konsekuensi, konsekuensi anggaran, konsekuensi perubahan aturan. Dan setiap perubahan peraturan itu juga butuh waktu harus dikonsultasikan ke pemerintah dan DPR. Apakah bisa dilakukan dalam waktu singkat? Menurut saya, dalam kurun waktu Mei akan sulit. Apalagi pertengahan Mei. Dalam kerja DPR akan ada masa reses sampai pertengahan bulan Juni. Jadi kemungkinan agak merepotkan bila kita mengejar waktu sampai Desember," ungkapnya.

Sebelumnya, KPU telah menyampaikan opsi pelaksanaan Pilkada Serentak yang tahapannya ditunda karena penanganan virus Corona. Opsi itu diambil melalui sejumlah pertimbangan. "Nah, KPU sudah berikan opsi A, B, C, atau 9 Desember 2020, 17 Maret 2021 dan 29 September 2021," ujar Arief.

KOLEKSI 12.071 KASUS, SULUT CS TIDAK ADA PENAMBAHAN

Perppu penundaan pilkada telah dikeluarkan. Tahap pemungutan suara dijadwalkan 9 Desember, apabila wabah Corona sudah berakhir.

Terkait data perkembangan COVID-19 secara nasional hingga Selasa (5/5) kemarin, terus berfluktuasi. Dipaparkan Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19, Achmad Yurianto, total kasus positif COVID-19 menjadi 12.071. Jumlah itu mengalami penambahan 484 kasus. Sementara angka kesembuhan kini menjadi 2.197 orang atau bertambah 243 orang. Angka kematian menjadi 872 orang, bertambah 8 orang yang meninggal dunia. Dengan demikian, tingkat kesembuhan COVID-19 menjadi 18,2 persen sedangkan tingkat kematian (case fatality rate/CFR) kini menjadi 7,22 persen.

Kabar baiknya, pemerintah mengungkapkan ada beberapa daerah yang tidak memiliki penambahan kasus positif COVID-19. Dari data yang diumumkan pemerintah hari ini, tercatat ada 7 daerah yang tak memiliki catatan penambahan kasus.

“Dari 34 provinsi, ada 7 daerah yang tercatat nol kasus baru dan sisanya tercatat ada penambahan kasus baru. Untuk hari ini tercatat ada penambahan kasus positif sebanyak 484 kasus. Jadi total kasus positif Corona hari ini berjumlah 12.071,” urai Yuri.

Untuk data daerah yang tidak memiliki penambahan kasus positif Corona per 5 Mei meliputi Aceh, Bengkulu, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Maluku dan Gorontalo. Jumlah daerah yang nihil kasus positif ini turun dibanding dengan kemarin. Data kemarin menunjukkan ada 18 daerah yang tidak mencatatkan kasus positif Corona.(detik)


Komentar


Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting