Foto: David Herry Lumi
Institut Lembang 9 Pantau Persidangan Pengusaha Vs Bank di Bitung
Bitung, MS
Kabar adanya upaya keras seorang pengusaha jasa konstruksi
asal Kota Bitung, bernama David Herry Lumi yang berjuang mencari keadilan atas
nasib yang menimpa dirinya tersiar. Langkah yang ditempuhnya dengan melayangkan
gugatan kepada Bank SulutGo (BSG) di Pengadilan Negeri Bitung Sulawesi Utara
(Sulut), ikut memantik respon kritis beragam kalangan. Salah satunya datang
dari Institut Lembang 9.
Lembaga level nasional ini, tak tanggung-tanggung secara
terbuka menyatakan memantau proses pengadilan dan berikut putusan dari perkara
tersebut. Institut tersebut selama ini dikenal ikut dalam proses pemenangan
Jokowi-Ma’aruf beberapa waktu silam.
Tampilnya Institut Lembang 9 sebetulnya merupakan sikap yang
normative karena lembaga ini termasuk salah satu yang concern dalam urusan
melahirkan kajian-kajian strategis dan memiliki kepengurusan sampai ke
daerah-daerah termasuk di Sulut. Olehnya di tingkatan daerah, institut ini
secara lebih praxis menjembatani aspek sosial-ekonomi berkaitan dengan tata
kelola roda pemerintahan yang profesional dan independen.
Humas Institut Lembang 9 Manado Haryanto kepada media ini
menyampaikan, secara lebih khusus berkaitan dengan persidangan di PN Bitung
yang melibatkan pengusaha jasa konstruksi asal Kota Bitung, bernama David Herry
Lumi dengan pihak Bank SulutGo di PN Bitung Sulut, sudah semestinya berlangsung
dengan kaidah dan etika peradilan yang sehat dan profesional.
Ia menekankan, selain pengadilan, pihak perbankan termasuk
yang selama ini ada dalam sorotan publik, harapannya dalam rangka membangun
trust sebagaimana yang juga ditegaskan Presiden Jokowi. Ini agar semua pranata
mutlak mengedepankan kinerja yang bersih sesuai amanat dan aturan yang berlaku.
‘’Sudah menjadi tanggung jawab kami untuk ikut memastikan
semua proses berkaitan dengan tata kelola di beragai bidang itu berlangsung
dengan bersih dan asil, bebas kecurangan, korupsi serta ketidakadilan. Olehnya
kami ikut memantau persidangan di Bitung,’’ simpul Haryanto.
Diketahui kronologisnya, David Herry Lumi melakukan gugatan
ke PN Bitung berkait adanya kesalahan proses pinjaman nasabah yang membuat
dirinya mengalami kerugian yang fatal. ‘’Selain nama perusahan kena black
list, juga saya diterpa BI Checking,
praktis hampir 3 tahun belakangan ini, saya tak lagi bisa bekerja dan bangkrut,
menghidupi kebutuhan keluarga bahkan ia harus luntang-lantung,’’ katanya dengan
nada pilu.
Profesi David tercatat sebagai salah satu pengusaha
konstruksi di daerah ini, khususnya di wilayah Kota Bitung. Pemilik CV Harmony
Jaya tersebut kerap jadi rekanan Pemerintah Kota Bitung. Sejak ada persoalan
dengan BSG, dirinya sudah tak lagi memperoleh proyek untuk dikerjakannya.
Persoalan antara dirinya dan BSG, dalam hal ini BSG Cabang
Pembantu Sari Plaza Manembo-nembo, dipicu ketika tahun 2017 silam. Kala itu
perusahaan miliknya dipinjam orang untuk melaksanakan proyek saluran irigasi di
Kecamatan Matuari Kota Bitung.
“Perusahaan saya dipinjam teman kontraktor, bernama Justiati
Tangi. Bagi saya. Itu hal yang biasa dan saya tidak merasa keberatan. Apalagi
ada pembicaraan antara kami berdua yang pada intinya saling menguntungkan,”
ungkap David.
Justiati sendiri, tak hanya meminjam perusahaan David.
Perempuan ini turut meminjam uang di BSG Cabang Pembantu Sari Plaza guna
mendukung pekerjaan proyek yang didapatnya.
Karena yang dipakai perusahaan David, secara otomatis
pinjaman itu menggunakan rekening yang bersangkutan. David pun tidak keberatan
karena Justiati berjanji akan melunasi pinjaman dimaksud. Sialnya, bukannya
untung yang didapat pada kerjasamanya tersebut, dirinya malah buntung. Hal ini
disebabkan komitmen yang disampaikan Justiati nyatanya hanyalah lips service
belaka.
Pinjamannya di bank tak kunjung diangsur, sekalipun proyek
yang dikerjakan sudah selesai. Di sisi lain, BSG Cabang Pembantu, Sari Plaza
juga tak bisa memotong uang hasil pekerjaan proyek yang didapat perempuan itu.
David selaku pemilik perusahaan dan rekening yang dipakai,
jadi dirugikan. Utang pinjaman Justiati yang tidak dibayar jadi beban bagi
perusahaannya. Padahal sudah jelas, kata David, mereka (BSG) sudah tahu persis,
perusahaan-nya dipinjam Justiati. “Mereka (BSG red) juga tahu, dia yang pinjam
uang pakai perusahaan saya. Tapi karena perbuatan Justiati dan kelalaian bank,
saya justru yang jadi korban,” keluh David.
Meski Justiati jadi pemicu utama dirinya dirugikan, David
juga sangat kesal dengan manajemen BSG. Ia kecewa karena bank tersebut tidak
menjalankan prosedur dengan baik. Harusnya kata dia, dari awal BSG sudah
memotong angsuran Justiati supaya tidak jadi utang. Hal itu wajib mengingat
bank tahu betul yang meminjam uang adalah perempuan dimaksud.
David sendiri, awalnya tidak mau membawa persoalan ini ke
ranah hukum. Namun dirinya ingin, adanya kesadaran dari pihak bank, terkait
untuk menyelesaikan. Sayangnya, meski sudah dilaporkan ke pihak berwenang,
dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, nyatanya persoalan itu tak
kunjung selesai. Menyikapi hal tersebut, David langsung melayangkan gugatan ke
PN Bitung.
Dalam gugatan itu, BSG dan Justiati Tangi jadi tergugat. BSG
selaku tergugat I dan Justiati tergugat II. Untuk turut tergugat ada tiga pihak
yang dilibatkan. Pemkot Bitung jadi turut tergugat I, Kantor OJK Manado turut
tergugat II, serta Bank Indonesia Cabang Manado turut tergugat III.
‘’Saya hanya mencari keadilan, karena hidup saya benar-benar
di titik nadir oleh karena masalah ini’,’ sebut David didampingi pengacara
Suharto Sulengkampung SH. (*)
Komentar