Izin ESDM Dibatalkan MA, PT TMS Diminta Cari Daerah di Luar Sangihe


Manado, MS

Power masyarakat Sangihe untuk mempertahankan pulaunya dari ancaman PT Tambang Mas Sangihe (TMS) bertambah. Itu menyusul putusan Mahkamah Agung (MA) yang menguatkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta karena membatalkan Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya di Pulau Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Warga Sangihe pun meminta perusahaan tambang emas tersebut pindah tempat. 

Alfred Pontolondo yang juga menjadi bagian fari Koalisi Save Sangihe Island (SSI) menyampaikan, sebagai masyarakat Sangihe mereka bersyukur atas hasil yang diterima ini. Itu menandakan bahwa masih ada harapan bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan akses keadilan di negara ini. "Keputusan ini juga menunjukkan bahwa majelis hakim MA memeriksa dengan sungguh materi gugatan, putusan dan pertimbangan hukum majelis hakim tingkat banding di PT TUN Jakarta bahwa ada pelanggaran subtantif dan prosedural dalam penerbitan ijin operasi produksi PT TMS," tegasnya, Rabu (18/1/2023).

Lanjutnya, secara substantif pelanggarannya terhadap Undang-Undang (UU) 4 2009 yang diubah menjadi UU 3 tahun 2020 tentang Minerba. Dalam Pasal 47 huruf a dikatakan bahwa izin pertambangan mineral diberikan paling lama 20 tahun dan dapat diperpanjang 2 kali masing-masing selama 10 tahun. "Sementara pada SK nomor 163.K/MB.04/DJB/2021 yang dikeluarkan Dirjen Minerba, lama ijin yang diberikan adalah selama 33 tahun, sejak 29 Januari 2021 hingga 28 Januari 2054," ujarnya.

Kemudian hal yang kedua adalah pelanggaran terhadap pasal 134 ayat 2 UU 4 tahun 2009. Ini telah diubah menjadi UU 3 tahun 2020 tentang Minerba. Pada pasal itu ada larangan untuk tidak melakukan kegiatan pertambangan yang dilarang oleh Undang-undang. "Salah satu larangan itu adalah melakukan pertambangan di pulau kecil. Itu tercantum jelas pada pasal 35 huruf K UU 27 tahun 2007 yang diubah menjadi UU 1 tahun 2014 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil," ucapnya.

Selanjutnya masih berdasarkan UU 1 tahun 2014, telah terjadi pelanggaran dalam hal pemanfaatan pulau untuk kepentingan penanaman Modal Asing. Ketentuan yang mengatur tentang hal ini adalah pasal 26A : 1 yakni badan usaha dengan penanaman Modal Asing wajib memiliki izin pemanfaatan pulau dari Menteri Kelautan dan Perikanan. "Sementara PT TMS sampai hari ini tidak memiliki izin prinsip tersebut," tuturnya.

Selain itu, bagi Menteri untuk bisa memberikan izin harus dengan rekomendasi bupati sebagai kepala daerah pada pasal 26 A:3. Syarat bagi bupati untuk bisa memberikan rekomendasi adalah bahwa pulau itu tidak berpenduduk serta tidak dimanfaatkan oleh masyarakat lokal seperti dalam pasal 26A: 4 huruf c dan d. "Yang kita ketahui bersama pulau Sangihe dihuni hampir 140.000 jiwa. Dan tidak ada tanah di pesisir Sangihe kecuali hutan lindung yang tidak dikelola oleh masyarakat untuk lahan pertanian dan perkebunan," ucapnya. 

Jadi menurut Alfred, secara ketentuan perundangan di Indonesia, PT TMS memang tidak diperkenankan untuk mengeksploitasi pulau Sangihe. Ia menyarankan perusahaan tersebut mencari daerah yang bisa berusaha pertambangan. "Jadi saran kami, silahkan PT TMS mencari daerah lain yang memungkinkan bagi mereka untuk melakukan pengusahaan pertambangan sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan tidak di pulau Sangihe," kuncinya. (arfin tompodung)


Komentar


Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting