Polemik Tanah, Warga Sawangan ‘Goyang’ Gedung Cengkih


Manado, MS

Tensi Gedung Cengkih Nyiur Melambai menanjak. Keluh masyarakat kampung Rote, Desa Sawangan, Kecamatan Tombulu, jadi pemicu. Warga protes sikap kepala desa yang disinyalir enggan melayani pengurusan tanah. Wakil rakyat langsung bereaksi.

Gema aspirasi warga Sawangan itu diterima Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut) di ruang rapat mereka, Senin (6/7). Enny Umbas selaku Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Swara Indonesia yang mendampingi warga, menjelaskan titik persoalan yang dialami. Dijelaskannya, tanah yang dibeli itu adalah sah dan bukan dalam keadaan bermasalah atau tanah negara. Tanah itu statusnya pasini milik Alexander Petrus Mambu. Kemudian sudah dibeli masyarakat lewat anak-anaknya. "Di situ yang menjadi pusat persoalan yang 25 KK mereka telah beli tanah tersebut dengan sah. Jadi ada satu bidang tanah yang dipisahkan dengan sungai. 25 kk yang berdomisili di tanah sebelah kiri sungai. Sudah bertahun-tahun tinggal di situ. Sudah ada yang memiliki AJB (akte jual beli). Adapula yang masih kwitansi pembayaran. Ketika masyarakat ingin meningkatkan status tanah menjadi tidak diperbolehkan hukum tua (kumtua)," tegas Umbas di depan para wakil rakyat.

Padahal, menurutnya, kumtua sebelumnya yang sudah membuat AJB tanah. Ketika akan menaikkan status sertifikat atau dari kwitansi akan dibuat AJB, kumtua tidak menandatangani untuk menerbitkan surat ukur. "Jadi waktu pergi ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) mereka periksa berkasnya sudah sah namun tinggal meminta surat pengukuran itu. Ini kumtua bilang pa masyarakat, biar lei ngoni pigi sampe dimana pigi jo. Kita nyanda mo tagoyang karena di belakang ini ada wakil bupati," ungkapnya dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi I DPRD Sulut, Vonny Paat.

Ini baginya, sangat bertentangan dengan program Presiden Joko Widodo terkait memudahkan pengurusan sertifikat. Kalau sekarang justru, masyarakat yang malah berinisiatif membuat sertifikat tanah namun justru dihalang-halangi. "Ada yang ikut program pemerintah, tapi ini mau bayar sendiri tapi tidak dilengkapi dengan legal standing. Padahal dorang ini kalau dilihat sebenarnya butuh dibantu ada banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan, harusnya justru dapat program dari pemerintah," jelasnya.

Terkait masalah itu, anggota Komisi I DPRD Sulut Fabian Kaloh, bersikap. Ia memastikan akan memanggil pihak terkait serta turun lapangan melakukan pengecekkan. “Jangan sampai kemudian kumtua itu hanya jual-jual nama wakil bupati. Jangan kumtua kong makang puji. Tidak ada alasan kemudian menolak melayani masyarakat. Apalagi AJB sudah ada dari camat sebelumnya. Kesadaran masyarakat membuat sertifikat luar biasa," tegas Kaloh.

Pihaknya akan menghubungi semua pihak terkait termasuk instansi yang berwenang. Zaman sekarang ini, menurut dia, seharusnya tidak ada lagi pemerintah desa yang tidak melayani masyarakat. "Ada Undang-Undang yang mengatur, tidak ada alasan yang tepat dia tidak bisa melayani, ini bisa dipidana," ungkap politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.(arfin tompodung)

 


Komentar

Populer Hari ini



Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting