Foto: Masyarakat Bolmong yang menuntut ganti rugi lahan program transmigrasi pemerintah
Masyarakat Bolmong Duduki Gedung Cengkih
Tuntut Ganti Rugi Lahan Program Transmigrasi
Manado, MS
Gaung
aspirasi kembali menggema di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi
Utara (Sulut). Puluhan warga Bolaang Mongondow (Bolmong), menduduki gedung
parlemen, DPRD Sulawesi Utara (Sulut). ‘Teriakan’ ganti rugi lahan seribuan
hektar untuk program transmigrasi kabupaten, jadi tuntutan. Para perwakilan
rakyat di Gedung Cengkih kini jadi tumpuan perjuangan aspirasi warga Totabuan.
Kedatangan
perwakilan warga itu diterima Anggota DPRD Sulut, Yusra Alhabsyi dan Melky
Pangemanan, di lobi kantor DPRD Sulut, Senin (28/6) kemarin. Awalnya,
masyarakat menyampaikan aspirasinya karena telah kehilangan lapangan pekerjaan.
Hal itu karena hak-hak mereka terkait ganti rugi lahan, hingga kini belum
dipenuhi pemerintah.
Ada
sekira 1.000 hektar lebih dengan 800 lebih orang sebagai ahli warisnya dan
total Rp52 miliar tuntutan ganti rugi dengan yang tergugat Dinas Transmigrasi
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bolmong. “Sudah enam tahun setelah keluar
amar putusan yang memenangkan masyarakat, namun tidak pernah dibayar. Kalau
tidak segera ditindaklanjuti maka kami khawatir, jangan sampai mereka
masyarakat bertindak sendiri-sendiri sehingga bisa terjadi konflik. Kalau tidak
dibayar mereka akan ambil tanah itu. Sudah pernah terjadi pembakaran,” ungkap
perwakilan masyarakat yang umumnya ada di Kecamatan Dumoga, Kabupaten Bolmong.
"Lokasi
yang saat ini dimana masyarakat telah memilik kekuatan tetap akan diambil.
Kalau nyanda mo bayar bilang nda mo bayar, kalau mo bayar bilang bayar,"
sambungnya.
Sementara,
salah satu legislator Sulut Yusra Alhabsyi yang turut menerima aspirasi
tersebut menyampaikan, apa yang telah disampaikan masyarakat di 9 desa di
Bolmong adalah meminta ketegasan pemerintah berkaitan dengan ganti rugi lahan
mereka yang menjadi transmigrasi di wilayah Dumoga. Telah ada keputusan
bersifat hukum tetap bahkan didukung Mahkamah Agung (MA) dan Pemkab Bolmong
yang tergugat utama, berkewajiban untuk menyediakan ganti rugi. "Sudah ada
keputusan dan kesepakatan yang sudah ditandatangani oleh dirjen (Direktur
Jenderal, red) dan Bupati Bolmong. Bupati sudah bersedia menyediakan ganti
ruginya tanggal 16 september 2019 tapi sampai saat ini belum dibayarkan,"
ungkapnya.
Dia menjelaskan, masyarakat datang ke DPRD Sulut karena dari pihak Pemkab Bolmong mengatakan, masih akan ada Peninjauan Kembali (PK). Hanya saja, sudah setahun tidak ditinjau kembali. "Kita berharap ada upaya pemerintah provinsi. Kalau ini PK tidak berjalan berarti tidak dibayar. Masyarakat digantung posisinya. Ini PK harus ada bukti baru, kalau sampai kiamat tidak ada bukti baru nda akan pernah dibayar ini," jelasnya.
Disatu
sisi, pihaknya mendorong agar Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda)
membicarakan hal ini, mengingat ada dampak yang terjadi. “Sebab lalu pernah ada
pembakaran alat pertanian dari masyarakat. Karena mereka sudah merasa dorang pe
lahan. Sudah ada hukum tetap. Ini sembilan desa, ada Desa Mopuya dan Mopugat
dan lainnya," kunci Yusra. (arfin tompodung)
Komentar