Foto: Airlangga Hartarto dan Luhut Binsar Pandjaitan.
Airlangga dan Luhut Dalam Laporan ‘Pandora Papers’
Jakarta, MS
Nama dua pejabat dan sejumlah pengusaha Indonesia ditemukan
dalam Pandora Papers, dokumen yang mengungkap kepemilikan aset dan perusahaan
cangkang di negara bebas pajak. Dua pejabat yang tercantum dalam dokumen
tersebut ialah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Airlangga Hartarto dan Gautama Hartarto, adiknya, tercatat
memiliki perusahaan cangkang di British Virgin Islands, yurisdiksi bebas pajak
di kawasan Karibia. Airlangga dan Gautama ditengarai menjadi klien dari Trident
Trust--perusahaan finansial yang berkantor di sejumlah negara suaka pajak.
Airlangga mempunyai dua perusahaan bernama Buckley
Development Corporation dan Smart Property Holdings Limited. Adapun perusahaan
Gautama satu, Ageless Limited.
Dalam dokumen yang dilihat Tempo, Airlangga dan Gautama,
anak bekas Menteri Perindustrian Hartarto Sastrosoenarto, disebut mendirikan
perusahaan cangkang sebagai kendaraan investasi serta untuk mengurus dana
perwalian dan asuransi. Arsip itu menyebutkan perlu dilakukan uji tuntas
terhadap aktivitas perusahaan mereka.
Profil Buckley Development bahkan diberi warna merah.
Perusahaan ini disebut perlu melengkapi informasi jumlah dan nilai aset yang
dimiliki serta tujuan pendirian perusahaan. Dalam lampiran surat elektronik
dokumen tertanggal Oktober 2016, anggota staf Trident menyebutkan perusahaan
yang berlabel merah dinyatakan sudah tutup lapak.
Airlangga Hartarto mengklaim tak mengetahui pendirian Buckley
Development dan Smart Property. Ia pun membantah jika dikatakan berniat
mencairkan polis asuransi melalui dua korporasi tersebut. "Tidak ada
transaksi itu," kata Airlangga dalam wawancara khusus dengan Tempo, 31
Agustus lalu, dikutip dari Majalah Tempo edisi 4 Oktober 2021.
Ketua Umum Partai Golkar ini juga tak pernah mencantumkan
keberataan Buckley Development dan Smart Property dalam laporan harta kekayaan.
Adapun Gautama sempat menjelaskan kepemilikan Ageless melalui pesan Whatsapp
yang dikirim pada Rabu, 29 September lalu. Namun ia menghapus sebagian besar
jawaban tersebut.
Presiden Direktur PT Polychem Indonesia Tbk ini beralasan,
ia bukan pejabat publik. "Ada puluhan ribu orang Indonesia yang memiliki
perusahaan cangkang," ujar Gautama.
Pejabat lain yang tercatat dalam Pandora Papers adalah Luhut
Binsar Pandjaitan. Menurut notula rapat yang dibaca Tempo, Luhut menghadiri
rapat direksi perusahaan bernama Petrocapital SA, yang terdaftar di Republik
Panama. Luhut tercatat hadir langsung dalam beberapa kali rapat yang
berlangsung selama 2007-2010.
Luhut pertama kali ditunjuk menjadi Presiden Petrocapital
dalam rapat yang digelar 19 Maret 2007. Ia dipilih bersama dua orang lain dan
berkantor di Guayaquil--400 kilometer sisi barat daya ibu kota Ekuador, Quito.
Pertemuan itu juga mengesahkan perubahan nama perusahaan dari Petrostar
International SA menjadi Petrostar-Pertamina International SA.
Dalam dokumen setebal 17 halaman disebutkan perusahaan yang
baru berganti nama itu ditugasi memproduksi sekaligus mengangkut produk minyak
bumi. Petrostar juga diperintahkan melakukan ekspor-impor. Namun perusahaan itu
hanya berumur tiga tahun, dewan direksi membubarkannya pada rapat pemegang
saham luar biasa pada Juli 2010.
Juru bicara Luhut, Jodi Mahardi, mengkonfirmasi kabar bahwa
Petrocapital dibentuk di Republik Panama. Menurut Jodi, Luhut hanya menjabat
eksekutif Petrocapital selama tiga tahun sejak 2007. Ketika Luhut memimpin,
perusahaan itu gagal memperoleh eksplorasi migas yang layak. Jodi membantah kabar
bahwa Luhut berkongsi dengan perusahaan minyak milik pemerintah Indonesia dan
mengubah nama perusahaan.
"Ada berbagai kendala terkait dengan kondisi geografis,
budaya, dan kepastian investasi sehingga Pak Luhut memutuskan mundur dan
berfokus pada bisnis yang ada di Indonesia," kata Jodi, dikutip dari
Majalah Tempo edisi 4 Oktober 2021.
Dokumen Pandora Papers berisi bocoran data finansial dari 14
agen perusahaan di negara suaka pajak. Konsorsium Internasional Jurnalis
Investigatif atau International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ)
memperoleh data berukuran hampir 3 terabita itu dari sumber anonim. Bersama
600-an jurnalis dari 150 media di 117 negara, Tempo menjadi media di Indonesia
yang terlibat dalam proyek kolaborasi Pandora Papers.
Pendirian perusahaan di negara pajak belum tentu
mengindikasikan pelanggaran. Namun hal ini dapat digunakan untuk menghindari
pajak dalam bisnis yang sah, yang berpotensi mengurangi penerimaan negara dari
sektor pajak. (tmp)
Komentar