BELANJA PEGAWAI DI APBD BOROS, BENDAHARA NEGARA SOROT PEMDA


Jakarta, MS

Arah kebijakan anggaran pemerintah daerah kembali jadi sorotan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menguak adanya pemborosan belanja pegawai. Nominal honorarium Pegawai Negeri Sipil (PNS) di daerah menjulang hingga Rp25 juta. Hal itu jadi catatan khusus bagi pemerintah daerah.

Hasil temuan Menkeu menguak nominal honor PNS di daerah ternyata beragam. Sri Mulyani membeberkan honor PNS daerah berkisar antara Rp325 ribu hingga Rp25 juta. "Untuk tingkat paling rendah, honorarium PNS daerah Rp325 ribu. Tapi untuk tertinggi, honorariumnya bisa sampai Rp25 juta," ujar Sri dalam Rapat Paripurna DPR ke-10 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2021-2022 di Jakarta.

Besaran honor PNS daerah yang mencapai puluhan juta terbilang janggal. Apalagi besarannya ada yang melampaui PNS pusat. Sri Mulyani mencontohkan salah satunya seperti biaya perjalanan dinas. Ia mengungkap besaran perjalanan dinas PNS daerah yang jauh lebih tinggi dari para yang diterima abdi negara di pusat. "Besaran uang harian perjalanan dinas yang rata-rata 50 persen lebih tinggi dari pusat," ungkap Sri Mulyani.

 

BANYAK DAERAH BOROS BELANJA PEGAWAI

Fenomena pemborosan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam hal ini belanja pegawai memang memantik perhatian serius pemerintah pusat. Apalagi di masa pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19 saat ini.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemerintah telah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan desentralisasi fiskal sejauh ini. Sebab dalam temuannya, masih banyak pengelolaan keuangan daerah yang belum optimal dan memerlukan perbaikan secara menyeluruh.

Menurutnya, terdapat peningkatan alokasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) dari Rp523 triliun pada 2013 menjadi Rp795 triliun pada 2021. Namun, dana itu belum dimanfaatkan secara optimal oleh daerah.

"Hal ini dapat dilihat dari pemanfaatan dana alokasi umum [DAU] yang masih didominasi belanja pegawai [64,8 persen] dan dana alokasi khusus [DAK] yang menjadi salah satu sumber utama belanja modal di daerah," ujar Sri Mulyani.

Sumber Utama Belanja Modal Dana alokasi khusus (DAK) dari pusat dijadikan sumber utama untuk belanja modal. Fakta ini terjadi karena kemampuan daerah untuk mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD) masih sangat minim. “Porsi PAD masih di kisaran 24,7% dari APBD dalam tiga tahun terakhir. Jadi saya melihat daerah terlalu mudah menghamburkan uang untuk program dan kegiatan yang terlalu banyak,” sorotnya.

“Belanja daerah belum fokus dan efisien, di mana terdapat 29.623 jenis program dan 263.135 jenis kegiatan. Serta pola eksekusi APBD yang masih business as usual, selalu tertumpu di kuartal IV sehingga mendorong adanya idle cash di daerah," tegas Sri Mulyani.

Sebelumnya, kritik kepada pemerintah daerah terkait kebijakan belanja daerah juga pernah dilayangkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Ia pun menegur kepala daerah agar mengoptimalkan belanja modal dan tidak asal memberikan persetujuan hanya untuk kepentingan pegawai semata.

Mendagri mengungkapkan bahwa masih banyak daerah yang proporsi belanja modal rendah. Sementara belanja untuk operasional pegawai lebih besar.

“Hampir 70-an persen, ada yang bahkan 80 persen belanja pegawai [saja], termasuk beli barang untuk kepentingan pegawai, macam-macam seperti penguatan ini penguatan itu, dengan rapat-rapat koordinasi, intinya honor nantinya,” katanya belum lama ini.

Sementara itu, lanjutnya, kondisi jalan banyak yang rusak dan sampah bertebaran. Enggan menyebut nama daerahnya, Mendagri mengatakan ada daerah yang belanja modalnya cuma 12 persen, di mana 3-5 persennya untuk operasional pegawai lagi.

“Ini menyedihkan. Kepala daerah ini tidak tahu, main tanda tangan saja. Tolong kepala daerah baru, jangan mau dibodoh-bodohi,” tegasnya.

Untuk itu, Mendagri akan meminta Menteri Keuangan untuk menahan transfer dana daerah yang belanjanya belum optimal. “Saran kami kita menggunakan transfer berbasis kinerja, jadi kalau kinerjanya belanjanya tidak bergerak, lebih baik transfer ditahan dulu supaya dia belanja dulu. Kalau sudah mendekati [target belanja] baru transfer,” katanya.

 

PERLU ADA STANDARISASI

‘Pemborosan’ APBD di sejumlah daerah, dalam hal ini kebijakan alokasi belanja pegawai, memantik respon pemerintah pusat. Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, perlu adanya  kebijakan terkait standarisasi. “Kebijakan ini (standarisasi, red) perlu supaya belanja daerah makin efisien dan tidak habis hanya untuk pegawai saja,” katanya.

“Intinya agar bagaimana sumber keuangan daerah dapat menghasilkan output serta outcome yang terbaik bagi masyarakat dan terjaga akuntabilitasnya,” imbuh Sri Mulyani.

Sebab menurutnya, dalam kondisi seperti itu realisasi APBD tidak akan optimal.  Sri Mulyani berpendapat, di tengah belanja PNS yang besar itu, realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah justru tak optimal secara menyeluruh. Hal ini tercermin dari realisasi pemanfaatan dana alokasi umum (DAU) dari pemerintah pusat mencapai 64,8% hanya untuk memenuhi keperluan belanja pegawai.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, belanja kerap tercecer di banyak program sehingga tidak menimbulkan efek yang besar. Tercatat ada ribuan jenis program dan jenis kegiatan. Pola eksekusi APBD pun masih business as usual, selalu tertumpu di kuartal IV sehingga mendorong adanya idle cash di daerah.

Di sisi lain, Pemda belum mampu mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selama 3 tahun terakhir, porsi PAD terhadap APBD masih di kisaran 24,7 persen. "Sinergi dan gerak langkah kebijakan APBN dan APBD masih belum berjalan maksimal, sehingga perlu terus diperkuat untuk dapat menjaga kesinambungan fiskal," beber dia.

Oleh karena itu, perlu kebijakan baru yang berorientasi pada kinerja dan kapasitas daerah dalam meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat melalui sinergi dan kolaborasi mendukung target pembangunan nasional.

 

UU HKPD DINILAI JADI SOLUSI

Pelaksanaan desentralisasi fiskal hingga saat ini belum optimal oleh pemerintah pusat. Muncul berbagai masalah di daerah dan hal itu dinilai dapat diatasi oleh struktur aturan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau RUU HKPD.

Kemenkeu Sri Mulyani menilai kemampuan daerah masih minim dalam mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD), yakni dalam tiga tahun terakhir porsi PAD terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) masih berada di kisaran 24,7 persen.

Sri Mulyani menyatakan bahwa belanja daerah masih belum fokus dan efisien. Hal tersebut tergambar dari banyaknya program, yakni 29.623 jenis program dan 263.135 jenis kegiatan, tetapi dampaknya minim bagi masyarakat. Terdapat pemanfaatan pembiayaan daerah yang terbatas, sehingga mengganjal akselerasi pembangunan di daerah.

Sri Mulyani pun menjelaskan bahwa sinergi kebijakan APBN dan APBD masih belum berjalan maksimal, sehingga perlu terdapat upaya penguatan untuk menjaga kesinambungan fiskal. "Hal-hal tersebut telah berdampak pada capaian output dan outcome pembangunan yang belum optimal dan timpang di daerah, seperti capaian Indeks Pembangunan Manusia [IPM] yang rentangnya antara 86,6 di Kota Yogyakarta dengan 31,5 di Kabupaten Nduga," ujar Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut.

Menkeu menilai bahwa perlu terdapat kebijakan baru yang berorientasi kepada kinerja dan kapasitas daerah dalam meningkatkan pelayanan publik. Menurutnya, desain UU HKPD tidak hanya menyentuh alokasi fiskal tetapi juga memperkuat belanja daerah agar efisien, fokus, dan memiliki sinergi dengan belanja pemerintah pusat. "Patut dipahami bersama bahwa kebijakan yang diusung dalam RUU HKPD ini merupakan ikhtiar bersama dalam peningkatan kualitas pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia," ujar Sri Mulyani.

Untuk itu, sambung Sri Mulyani, pemerintah pusat bersama DPR menginisiasi pembentukan Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD) yang baru saja disahkan jadi Undang-Undang. "Aturan ini diharapkan bisa mengoptimalkan pengelolaan keuangan daerah ke depan tanpa meresentralisasi keuangan daerah oleh pusat," katanya.

Ia pun menyampaikan regulasi yang disahkan tersebut didesain sebagai upaya reformasi menyeluruh. Tidak hanya dari sisi fiscal resource allocation, melainkan juga memperkuat sisi belanja daerah agar lebih efisien, fokus, dan sinergis dengan pemerintah pusat. Hal itu, katanya, semata-mata guna mewujudkan pemerataan layanan publik dan kesejahteraan masyarakat.(cnn/ebc)


Komentar

Populer Hari ini




Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting