Ganti Untung Lahan Bendungan Kuwil Disinyalir Salah Bayar




 

Manado, MS

Polemik pembebasan lahan di mega proyek Bendungan Kuwil, Minahasa Utara (Minut) bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut). Adanya dugaan kesalahan bayar saat ganti untung jadi penyulut. Kini pihak wakil rakyat Gedung Cengkih merencanakan untuk memanggil pihak kejaksaan. 

Komisi III DPRD Sulut menggelar hearing dengan menghadirkan ahli waris Sumeisey, Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi 1 I Komang Sudana kemudian Kepala Badan Pertanahan Nasional, Agraria dan Tata Ruang (BPN/ATR) Minut, Jefree Supit. 

Kuasa hukum ahli waris Sumeisey, James Tuwo, menjelaskan tentang adanya dugaan salah bayar terkait dengan pembebasan lahan tersebut. Dirinya mengklaim lahan milik kliennya terimbas proyek Bendungan Kuwil namun ganti rugi justru dibayarkan pihak BWS ke pihak lain. Selain itu, Tuwo juga menduga ada pemalsuan surat kepemilikan sehingga kliennya kehilangan hak kepemilikan tanah.
Ditegaskannya, adanya rekayasa ini mengakibatkan keluarga Sumeisey tidak masuk dalam daftar penerima ganti rugi. Hal itu karena tanah yang diklaim sudah terdaftar atas nama orang lain. "Yakni Yopie Karundeng dan Christian Aguw," ungkap James Tuwo dalam rapat dengar pendapat yang dipimpin Ketua Komisi III DPRD Sulut, Berty Kapoyos didampingi anggota komisi Toni Supit dan Boy Tumiwa, Senin (4/10), di ruang rapat komisi III DPRD Sulut. 

Tuwo menegaskan, dugaan adanya rekayasa tersebut disinyalir dilakukan oleh oknum di instansi terkait. Akibat dari perbuatan oknum tersebut, proses ganti rugi lahan kliennya tidak dibayarkan. "Namun kami minta Balai Sungai segera melakukan pembayaran terhadap ahli waris Sumeisey. Karena mereka punya dokumen kepemilikan lahan yang digusur untuk proyek Kuwil," jelasnya.

Kepala BWS, I Komang Sudana menyampaikan, dari BWS intinya hasil pelaksanaan pengadaan tanah yang diserahkan ke balai itu akan ditindaklanjuti. Selama tidak ada data terkait klaim-klaim dari masyarakat maka itu tidak ada dasar sehingga tidak bisa dibayarkan. Kalau ada sengketa tanah melalui jalur hukum yang ada. "Disampaikan sudah masuk ke kejaksaan tinggal kita lihat ke depan. Jadi kami bayar kalau ada data-data dari BPN. Kalau ada pemanggilan dengan kejaksaan itu tinggal dari DPRD, kita tidak berhak mengadakan rapat sendiri. Jadi yang mengklaim minta fasilitasi," ungkap Sudana. 

Ketua Komisi III DPRD Sulut, Berty Kapoyos menyampaikan, memang belum ada solusi. Menurut BPN, itu adalah kepemilikan keluarga Sumeisey dan pada intinya tanah terjadi tumpang tindih dengan keluarga Yopie Karundeng dan Aguw. "Sedangkan menurut pemilik tanah yang hadir juga hukum tua, tanah dari Sumeisey terdaftar di desa Kolongan dari tahun 1918. Jadi mereka dangat meyakini bahwa benar itu milik keluarga Sumeisey,"  ungkap Kapoyos. 

Memang menurut penjelasan Kapoyos, BPN tidak menolak itu karena tanah itu sudah di dalam Yopie Karundeng dan Aguw sehingga BPN katakan tidak akan bayar lagi. Namun karena uang itu masih di pengadilan maka pihak pemilik bisa langsung berurusan dengan pengadilan. "Makanya pemilik mereka minta berurusan langsung dengan pengadilan. Makanya pemilik meminta Yopie karundeng dan kejaksaan dihadirkan supaya jelas," ucapnya. 

Berty mengatakan, apabila dugaan salah bayar itu terbukti maka itu cacat hukum karena membayar bukan pada pemiliknya.

"Kalau melihat itu cacat hukum. Karena mereka cacat hukum karena membayar pada bukan pemilik yang salah," ujarnya.

Namun pihak Balai telah menyampaikan bahwa jika terjadi salah bayar, penerima dana tersebut harus mengembalikan ketika ada keputusan pengadilan.

"Kami juga akan melihat alas hak apa yang diberikan, sehingga BPN bisa melakukan pembayaran kepada Yopi Karundeng dan Chritian Agu," katanya. (arfin tompodung)


Komentar

Populer Hari ini





Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting