
PP Nomor 24 ‘Jepit’ Pencaharian Nelayan
Asneko Mengadu ke Gedung Cengkih
Laporan : Arfin TOMPODUNG
Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2018 berbuah polemik. Protes keras diserukan kaum nelayan di Tanah Nyiur Melambai yang terhimpun dalam Asosiasi Nelayan Pajeko (Asneko). Proses pengurusan izin yang harus terintegrasi secara elektronik dipandang akan semakin menghambat kapal untuk berlayar menangkap ikan. Regulasi itu dianggap menjepit ruang gerak nelayan.
Keluhan tersebut disampaikan dalam hearing bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut), Selasa (31/7) kemarin. Paling dipolemikan terkait pengurusan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), pasca keluarnya aturan terkait Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (OSS) ini.
Sistem terintegrasi elektronik dipandang semakin memperlambat penerbitan SIPI. Mereka mengeluhkan terkait sejumlah kapal yang sudah sebulan terendus tak berlayar karena harus menunggu surat tersebut. Ditambah lagi, kapal ikan yang berlayar tidak membawa SIPI atau Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) didenda ratusan juga hingga miliaran rupiah.
"Kebijakan lewat PP 24 menghambat nelayan melakukan pencaharian. Kebijakan menteri KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) Susi (Susi Pudjiastuti, red) ini membawa efek samping kepada kami. Ini bisa berujung kepada masalah sosial. Sudah ada konflik yang mulai terjadi di masyarakat. Apalagi para nelayan ABK (anak buah kapal) adalah orang-orang yang tingkatan pendidikannya sekolah menengah ke atas," tegas Ketua Asneko Sulut, Lucky Sariowan, saat hearing di ruang rapat DPRD Sulut, bersama Komisi 2.
Dampak ekonomi juga bermuara ke efek domino. Ia menjelaskan, ketika pengusaha kapal ikan tidak bisa mengeluarkan kapal nelayan maka ABK terbengkalai dan banyak pengangguran. Pemilik kendaraan yang biasa mengangkut ikan di pelelangan tidak ada pekerjaan. "Dan dampak ekonomi terakhir dirasakan pedagang ikan di pasar. Itu imbas negatif dari kebijakan tumpang tindih ini," tuturnya.
Mereka mendesak gubernur ambil kebijakan untuk mengusulkannya ke Menteri KKP. Apabila kebijakan di pusat tidak bisa berubah, asosiasi ini meminta agar gubernur mengambil tindakan sesuai aturan yang berlaku. Gubernur dinilai punya kewenangan untuk melakukan kebijakan yang berkaitan dengan asas pemerintahan untuk mengeluarkan rekomendasi. Hal itu diperlukan karena situasi mendesak saat sejumlah kapak tidak melakukan pelayaran. "Kesalahan ada pada regulasi yang tumpang tindih bukan pada nelayan. Ada ratusan kapal yang tidak bisa melaut karena belum ada SIPI. Pak gubernur punya kewenangan untuk memberikan rekomendasi," terangnya.
Asisten I Pemerintah Provinsi Sulut, Edison Humiang menyampaikan, tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan. Menurutnya, gubernur sudah menyetujui untuk menindaklanjuti persoalan setelah keluarnya PP Nomor 24 ini. "Terus terang saya menangis karena mendengar untuk nelayan yang tidak memiliki izin didenda miliaran rupiah. Ini memang tidak adil," tukasnya.
Pihak Badan Keamanan Laut, Agung JS menjelaskan, persoalan ini sebenarnya sangat simple. Pihak nelayan hanya membutuhkan pegangan untuk bisa melaut. "Jadi, sementara SIPI belum terbit, bisa mengurus di DKP (Dinas Kelauatan dan Perikanan) untuk Surat Keterangan Sementara Bisa Berlayar, menunggu SIPI sedang dalam pengurusan," katanya seraya menambahkan, gubernur bisa mengelurkan rekomendasi untuk masalah ini karena sudah urgen.
Hasil rapat tersebut, akhirnya pihak DPRD Sulut keluarkan kesimpulan sebagai rekomendasi. Di dalamnya mereka bersepakat untuk mengakui supaya pemerintah mengeluarkan rekomendasi izin melaut sementara pada kapal yang mengajukan permohonon izin. Itu digunakan sampai pengurusan SIPI dan sistim OSS aktif serta lembaga yang menanganinya terbentuk. "Gubernur diminta untuk melakukan pembicaraan di pemerintah pusat melalui KKP terkait kebijakan rekomendasi yang dimaksud. Diharapkan gubernur mengambil kebijakan satu minggu ke depan melalui rekomendasi," kata Wakil Ketua Komisi II DPRD Sulut, Noldy Lamalo membacakan rekomendasi tersebut.
Ketua Komisi II DPRD Sulut, Cindy Wurangian menyampaikan, diharapkan agar pemerintah bisa segera menyikapi terkait pengurusan atau perpanjangan perizinan kapal nelayan. Supaya mereka dapat segera melakukan pelayaran untuk menangkap ikan. "DKP yang perlu proaktif. Rekomendasi dari pak gubernur tidak mungkin keluar, sebelum ada data-data penunjang serta kajian-kajian yang disuplai DKP. Kami akan mendorong dan memfollow-up dinas pertanian dan perikanan. Karena urgen diharapkan satu minggu sudah selesai. Jadi sekarang bola ada di tangan DKP," tandasnya. (***)
Komentar