ASA BMR CS KEMBALI MELAMBUNG


*DPR Siap Bahas Pencabutan Moratorium Pemekaran DOB

 

Jakarta, MS

Sinyal Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk merealisasikan aspirasi pemekaran daerah otonom baru (DOB) di Papua dan Papua Barat, direspon Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia itu mengaku siap menerima usulan tersebut dengan tangan terbuka.

Tak hanya itu, DPR juga bersedia membahas dengan pemerintah jika moratorium pemekaran daerah akan dicabut. Asa calon DOB yang masih masuk daftar tunggu pun ikut melambung. Termasuk 4 calon DOB dari Sulawesi Utara (Sulut) yang telah memenuhi persyaratan.

Masing-masing calon Provinsi Bolaang Mongondow Raya (BMR), Kota Langowan, Kota Tahuna dan Kabupaten Talaud Selatan. "Ya, nggak apa-apa pemerintah silakan usulkan. Kami sifatnya menunggu saja. Kalau diusulkan pemekaran wilayah Papua ya, kami kerjakan," ujar Ketua Ketua Komisi II DPR, Zainuddin Amali.

Amali menyebut saat ini bola tentang pemekaran ada di tangan pemerintah. "Kami lihat usulannya seperti apa. Kami ikut saja. Ini kan ranah eksekutif. Kalau misal perlu daerah otonomi baru itu ya, eksekutif. Kami membahas apa yang diusulkan eksekutif. Jika moratorium pemekaran daerah mau dicabut, DPR siap membahas dengan pemerintah,” timpal politikus Golkar itu.

Ungkapan nyaris serupa didendangkan Wakil Ketua DPR, Fadli Zon. Ia mengaku mendukung jika pemerintah memutuskan untuk melakukan pemekaran daerah di wilayah Papua dan Papua Barat. "Kalau itu bisa dianggap menyelesaikan masalah dan mempercepat proses pembangunan di sana, termasuk infrastruktur, pendidikan, dan ekonomi rakyat, dan sesuai dengan UU Otsus (otonomi khusus) ya kenapa tidak?" kata Fadli usai menggelar pertemuan dengan sejumlah tokoh Papua-Papua Barat di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (11/9) kemarin.

Politisi Gerindra itu pun menyatakan DPR siap membahas soal pemekaran tersebut jika pemerintah mau. Karena, menurut Fadli, selama ini DPR mendukung pemekaran DOB. "Kalau DPR dari dulu kan (siap). Bahkan di 2014 soal daerah otonomi baru pun setuju. Kan pemerintah yang melakukan moratorium," imbuhnya.

Soal pemekaran di Papua-Papua Barat itu sebelumnya disampaikan tokoh Papua, Abisai Rollo saat bertemu Presiden Jokowi. Kala itu Jokowi  mengatakan tidak bisa melakukan pemekaran terhadap 5 wilayah di Papua dan Papua Barat. Namun ia masih mengkaji jika pemekaran dilakukan di 2 sampai 3 wilayah.

PINTU MASUK BAGI BMR CS

Isyarat Presiden Jokowi dan DPR untuk membuka peluang bagi pemekaran DOB di wilayah Papua dan Papua Barat, dinilai ikut berdampak positif bagi  4 calon DOB di Sulut. Cs. Sebab moratorium pemekaran DOB  berpotensi akan dicabut.

 “Ini bisa jadi pintu masuk bagi pemekaran BMR Cs. Kan kalau pemerintah dan DPR setuju ada DOB dimekarkan, berarti moratorium pemekaran dicabut,” tanggap Direktur Eksekutif Tumbelaka Academic Centre (TAC), Taufik Tumbelaka, kepaha harian ini, Rabu kemarin.

“Apalagi BMR Cs sudah memenuhi persyaratan. Jadi kalau kran moratorium dibuka pemerintah, maka  4 calon DOB di Sulut bisa mulus,” sambungnya.

Meski begitu, momentum ini dinilai perlu dikawal. “Walau pemekaran BMR Cs sudah pernah disetujui oleh DPD dan DPR, tapi tetap harus dikawal. Karena yang mengajukan DOB itu ada ratusan daerah,” terang jebolan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu.

“Kalau pun moratorium dicabut, kan tetap akan menjadi keputusan politik di DPR. Jadi lobi-lobi harus tetap dilakukan,” sambung Bung Taufik, sapaan akrabnya.

Kecuali, lanjut Taufik, ada kebijakan khusus yang diambil pemerintah, terkait persoalan yang terjadi di Papua dan Papua Barat. “Kecuali ada kebijakan strategis nasional yang akan diambil pemerintah dan DPR guna menyelesaikan permasalahan di Papua dan Papua Barat. Tapi tentu harus ada payung hukumnya,” imbuh putra Gubernur pertama Sulut itu.

Diketahui, pemekaran calon Provinsi BMR, Kota Langowan, Kota Tahuna dan Kabupaten Talaud Selatan, nyaris terealisasi pada tahun 2014 lalu. Ke 4 calon DOB dari Sulut itu, telah masuk di 65 calon DOB yang telah mendapat persetujuan dari DPR dan DPD.

Bahkan BMR Cs telah mendapat Amanat Presiden (Ampres) yang kini dikenal dengan Surat Presiden (Supres) dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun hingga kini, BMR Cs tak kunjung ditetapkan dalam sidang Paripurna DPR atau masih menunggu untuk disahkan menjadi Undang-Undang DOB.

Aspirasi pemekaran DOB kembali digaungkan Forum Komunikasi Nasional Percepatan Pembentukan DOB (Forkonas PP-DOB) pada akhir tahun 2018 lalu. Forum yang dinahkodai Sehan Landjar itu sempat menggelar aksi di depan gedung DPD dan DPR untuk mendesak moratorium pemekaran dareah di cabut.

Bak gayung bersambut aspirasi Forkonas PP-DOB direspon DPD RI. DPD melalui Ketua Komite I, Benny Ramdhani mempertemukan Forkonas PP-DOB dengan Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani.

Di forum itu Benny mendesak, pemerintah harus menjalankan perintah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Pemekaran dan DOB adalah tuntutan dari undang-undang. Pemerintah didorong untuk mengeluarkan dua Peraturan Pemerintah (PP) sebagai landasan DOB. Yakni PP tentang Penataan Daerah dan Desain Besar Penataan Daerah.

Itu merujuk dari hasil Konsolidasi Nasional DPD RI dengan Kemendagri dan seluruh Kepala Daerah serta delegasi dari calon DOB Pada 4 Oktober 2016 silam. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa Pemerintah menerima usulan 173 DOB. Usulan DOB ini terdiri atas 16 Provinsi dan 157 Kabupaten/Kota. Namun kembali pemerintah berdalih belum bisa merestui pemekaran calon DOB dengan alasan masalah keuangan negara.

KEMENDAGRI KANS JADI PENGHADANG

Asa pemekaran Provinsi BMR Cs  kans terhadang di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Itu menyusul klaim Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo yang menyebut usulan pemekaran di Papua dan Papua Barat tak  berkaitan dengan moratorium pemekaran daerah.

Tjahjo menyebut pemerintah belum mencabut moratorium pemekaran daerah atau masih menunda usulan daerah otonomi baru dalam kerangka kebijakan strategis nasional.

"Oh nggak (cabut moratorium pemekaran daerah). Beda, lain. Ini dalam kebijakan strategis nasional, dasarnya sudah ada, undang-undangnya (ada). Hanya tertunda saja," kata Tjahjo di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (11/9) kemarin.

Karena itu, Tjahjo mengatakan pemerintah bakal mencari pijakan hukum yang tepat untuk melakukan pemekaran wilayah di Papua-Papua Barat. Kalaupun pemekaran itu terjadi, Tjahjo mengatakan wilayah itu tidak dikategorikan sebagai daerah otonomi baru.

"Kan atas aspirasi tokoh-tokoh Papua kepada Bapak Presiden. Pemerintah tampung. Kami sedang cari dasar hukumnya. Karena itu kan keterkaitan dengan pemekaran dalam tanda petik provinsi, sudah diatur di UU Tahun 1999 kalau nggak salah, dasarnya itu," timpalnya.

Sementara Menko Polhukam Wiranto menyatakan permintaan dari tokoh-tokoh masyarakat Papua dan Papua Barat itu masih ditampung. Usulan itu disebut baru dalam tahap masukan ke Presiden. "Ya tunggu aja. Kan baru diajukan ke Presiden. Presiden tentu ada kebijakan-kebijakan untuk merespons itu, jangan tanya sekarang. Itu semua kan baru masukan. Presiden menampung masukan itu," singkatnya.

Sementara Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyatakan pemekaran wilayah memiliki regulasi sendiri atau berbeda dengan pemekaran daerah baru. "Itu sudah ada undang-undangnya, bukan pemekaran. Sudah ada undang-undangnya," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (10/9).

Sebelumnya JK juga telah menegaskan tidak akan mengijinkan adanya pemekaran DOB. Itu ditegaskan JK kala menjawab pertanyaan peserta Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) terkait rencana pemekaran di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara dan Maluku, Kamis 5 September 2019 baru-baru ini.

"Selama saya disini, saya tidak mengizinkan itu," kata JK di kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Kamis (5/9).

Menurut JK, proses pemekaran suatu daerah membutuhkan banyak biaya. Dia menilai keberadaan 515 kabupaten dan kota yang ada saat ini sudah cukup tidak perlu ditambah lagi. "Karena akan terjadi pemborosan biaya. Apalagi Buton, sekarang kabupaten sekarang jadi bupati banyak ongkosnya rutin. Bukan untuk bikin jalan, macam-macam. Jadi walaupun sekali pemekaran tidak ada, mau menangis tidak ada pemekaran," tegas JK.

Sikap tegas itu disampaikan JK saja bukan hanya untuk Pulau Buton saja. Dia juga menolak rencana pemekaran Jakarta Tenggara dan Provinsi Bogor Raya. "Mau di mana pun, di Jawa, di Bogor itu penduduknya 3,5 juta satu kabupaten. Itu lebih besar satu provinsi di Sulawesi Tenggara. Tetap tidak boleh dimekarkan," ungkap JK.

Selain boros anggaran, kata JK, wacana pemekaran dinilai tidak akan mendatangkan kesejahteraan bagi warganya. Justru sebaliknya, hanya memperkaya para elite di daerah tersebut.

"Karena ongkosnya bikin Kabupaten, bupati, DPRD butuh staf-staf, pegawai, ongkos-ongkos anggaran besar. Sehingga anggaran itu habis untuk biaya rutin, karena itu pemerintah memoratorium seluruh pemekaran itu tidak ada," tandasnya kala itu.(dtc/mrd)


Komentar


Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting