PROBLEM KAUM MUDA DI ERA KEGELISAHAN

(Sebuah Refleksi Dalam Harmoni Spirit Sumpah Pemuda)


 

Oleh : Ketua Pemuda Katolik (PK) Manado Ferley Bonifasius Kaparang SH MH CLA

 

Pemuda dan Peradaban

Para pemuda sesungguhnya merupakan anak setiap zamannya. Dalam biografi politik Mohammad Hatta yang ditulis Deliar Noer, terpaparlah bahwa para pemuda Indonesia mengalami proses akselerasi kematangan. Dalam praktek kehidupan, masyarakat tidak lepas dari peran kaum muda sebagai motor penggerak bangsa, dimana sejarah mencatat bahwa kemerdekaan Indonesia di perjuangkan oleh generasi muda yang memiliki nilai-nilai kebangsaan dan cinta akan tanah air. Saat ini, ketika membicarakan soal kaum muda, banyak yang memberikan respon terhadap persoalan yang muncul, sebagaimana realitas sosial yang terjadi khususnya dikalangan kaum muda, akan tetapi untuk meredam persoalan yang terjadi pada generasi muda, hanya segelintir orang yang mau menjadi aktor-aktor pendobrak paradigma mereka. Sehingga sedikit pula kaum muda yang memiliki jiwa-jiwa nasionalisme, seperti generasi muda yang telah gugur dengan gagah berani dalam memperjuangkan bangsa ini.

Sedikit mengutip ungkapan Immanuel Kant “Sejarah bukanlah segala yang terjadi, tapi yang terjadi dan mempunyai arti dan arti itu bisa ada jika sejarah itu merujuk pada nilai-nilai tertentu”. Kaitannya dengan seputaran persoalan kaum muda pada masa lampau jelaslah bahwa mereka memiliki nilai-nilai Nasionalisme dan patriotisme yang tinggi terhadap bangsa ini. Bukankah sudah jelas, bahwasanya kaum muda adalah masa depan yang nantinya menjadi tonggak-tonggak perjuangan bangsa, akan tetapi kenyataan yang terjadi saat ini berbeda dengan seharusnya diharapkan. Kaum muda telah ternodai oleh peradaban yang cenderung mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Pemuda kita mulai intim dengan kekerasan. Kita bisa mulai dari mana saja untuk membuktikannya. Dari rumah sampai sekolah, dari ranjang sampai negara, dari diskotik sampai tempat-tempat ibadah kita menghirup aroma kekerasan. Di sekolah ada perundungan (bullying), di sudut-sudut jalan ada tawuran pelajar dan aksi destruksi para anggota geng motor dan demonstran, ada sekelompok orang yang memaksa menghentikan kegiatan ibadat agama lain, tingkat pelaku kriminal di dominasi oleh orang muda dan lain sebagainya.

Refleksi Spirit

Seiring dengan keterlibatan kaum muda dalam segala aspek kehidupan, gaung Sumpah Pemuda seolah terlupakan dalam ingatan karena di sibukkan dengan pesatnya arus kecanggihan teknologi, seolah jatuh dan bangun, peringatan hari sumpah pemuda setiap tahunnya hanya sebagai seremonial semata. Padahal tanpa disadari, tanpa akar yang kuat dari kearifan lokal Indonesia, maka kita akan kehilangan kekuatan dan daya dorong untuk mencapai cita-cita bangsa. Kearifan ini bukan hanya budaya majemuk yang dimliki oleh bangsa Indonesia, melainkan juga nilai-nilai budaya yang sudah terkristalisasi menjadi nilai nasional yang sudah disepakati oleh bangsa Indonesia yaitu Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan Pancasila. Sehingga bolehlah kita katakan bahwa sumpah pemuda merupakan pondasi bagi peristiwa 17 tahun sesudahnya : Proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Dalam perkembangannya, sumpah pemuda diasosiasikan dengan masalah kepemudaan, kemahasiswaan bahkan teknologi. Sumpah pemuda yang kita kenal sekarang merupakan suatu hasil dari akumulasi nilai-nilai dan ideologi yang disertakan dalam peristiwa 28 oktober 1928 silam. Hal ini dapat dimengerti karena selain daripada klimaks perjuangan pemuda yang bersifat kedaerahan, juga keberhasilan Ir. Soekarno dalam memasukan ide-ide tentang “nasionalisme” kepada para pelajar pada saat itu. Sebagai sebuah esai historiografi, refleksi spirit sumpah pemuda pada saat ini di era Revolusi industri 4.0 menuju 5.0, pemuda berupaya untuk memperlihatkan bagaimana rekonstruksi pemikiran terhadap suatu momen kesejarahan sepanjang dapat sejauh mungkin untuk direkonstruksikan berdasarkan catatan sejarahnya yang tertinggal dapat dimengerti dan digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, terutama bagi generasi yang hidup pasca sumpah pemuda 28 Oktober 1928.

Tantangan Dan Potensi Kaum Muda

Belakangan ini ada kecenderungan yang mengatakan bahwa membicarakan tentang nasionalisme di kalangan muda adalah suatu yang usang. Bahkan makna nasionalisme menjadi sempit, karena telah dijadikan sebagai komoditas politik oleh beberapa kalangan elit. Meski demikian, menurut saya, semangat nasionalisme tetap perlu ditumbuhkembangkan, dengan pemahaman baru, sehingga sesuai dengan tantangan dan permasalahan zaman. Pemuda dan kaum intelektual adalah pendorong dan pembaharu di era nya, tantangan hari ini jelas berbeda dan lebih berat. Ada peran kekinian dan peran masa depan. Sekali lagi sudah disepakati secara bulat bahwa sumpah pemuda adalah jati diri bangsa Indonesia, sifatnya mutlak dan tidak bisa terelakkan bahwa benang merah sejarah tersebut merupakan koordinat pemberangkatan Indonesia merdeka bahkan pembangunan kepemudaan saat ini. Pada titik inilah kita semua tersadar bahwa, pergeseran paradigma telah membawa perubahan radikal pada jarak, ruang dan waktu di bumi bagi umat manusia, era Twitterland dan Republik Facebook memperlihatkan atensi manusia (yang umumnya kaum muda) menjadi lebih pendek dengan fokus yang hampir tak terhingga, yang sayangnya membatasi interaksi dengan sesama yang terdekat, sejatinya, ketika kehidupan kita sudah dipengaruhi semangat globalisasi, maka semangat nasionalisme itu juga harus bisa menyesuaikan dengan hal itu. Mungkin bukan saatnya lagi bagi generasi muda saat ini memahami semangat nasionalisme dengan simbolisasi memanggul senjata dan siap berperang secara fisik layaknya generasi pejuang di era revolusi kemerdekaan. Namun harus disesuaikan dengan kebutuhan zaman saat ini, beberapa hal yang menjadi derivasi dari semangat nasionalisme yang sesuai dengan koteks zaman dengan menjaga identitas bangsa, meningkatkan kemampuan diri melalui pendidikan yang bukan hanya bersifat parsial atau hanya terfokus pada satu sisi, namun harus secara integral mampu mengembangkan berbagai sisi seperti kognitif, aspektif, dan psikomotor, sehingga tujuan pendidikan membentuk manusia seutuhnya tidak sebatas legal-formal, selanjutnya kemampuan untuk menciptakan dan mengawasi pemerintahan yang bersih yang amanah, dan mampu melayani publik serta menjadi garam dan terang di masyarakat, dan terakhir berani mendorong terciptanya struktur ekonomi yang tidak diskriminatif. Dengan kata lain, semangat kaum muda saat ini harus diarahkan pada sikap responsif dalam melihat kemiskinan yang sampai saat ini masih terjadi di mana-mana.

Penutup

Peluang untuk meneguhkan nasionalisme kaum muda menurut hemat saya kini terbuka dengan adanya kemajuan teknologi informasi. Kemajuan teknologi informasi dapat digunakan untuk meresonansikan semangat nasionalisme ke penjuru negeri. Media sosial dapat menjadi sebuah gerakan sosial yang dapat mendorong terjadinya civil society. Sebaran informasi, pendapat, ide serta gagasan kini begitu cepat dan massif dapat terjadi, melalui media sosial yang ada persetujuan dan penolakan dari satu isu dapat terlihat lintasannya. Bagi kaum muda, tentunya diharapkan media sosial yang menjadi salah satu simbol kemajuan teknologi sudah selayaknya tidak sekedar menjadi pemborosan waktu, melainkan menghasilkan sesuatu. Kesadaran kaum muda yang disuarakan melalui media sosial ini tentu saja akan menjadi katalisator bagi indonesia untuk terus tumbuh menjadi Negara demokrasi, sebaliknya  Nasionalisme bangsa dalam ancaman manakala kaum mudanya begitu terlalaikan dengan segala gemerlap teknologi, sekedar menjadi konsumen dan terombang-ambing arus besar dari teknologi tanpa kontribusi yang positif bagi diri sendiri dan bangsa. Selamat Hari Sumpah Pemuda.


Komentar


Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting