BONGKAR 10 KASUS KORUPSI, SULUT DIAWASI KPK
Manado, MS
Gambaran tindakan korupsi di Sulawesi Utara (Sulut) disingkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada puluhan kasus telah ditangani lembaga anti rasuah ini. Bumi Nyiur Melambai diradar.
‘Perang’ terhadap korupsi terus digaungkan KPK. Ragam
upaya dilakukan. Termasuk mengikisnya lewat kegiatan-kegiatan pencegahan. Hal
itu pula yang diberlakuan lembaga anti bodi ini untuk daerah Sulut. Gerak roda
pemerintahan di Jazirah Utara Selebes diawasi.
KPK membuka ‘aib’ Sulut dalam rentang tahun 2004 hingga
2020. Berdasarkan data KPK, sepanjang waktu tersebut daerah Sulut telah
menyumbang 10 kasus korupsi. Fakta itu mencuat saat kegiatan audensi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulut dengan KPK RI, Rabu (16/6), di ruang
paripurna DPRD Sulut. "Sulut apa ada kasus korupsi? Tentu. Di Sulut ada 10
kasus korupsi," tutur Andi Purwana
dari Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah IV Satgas Pencegahan
dan Penindakan KPK.
Kemudian dalam data statistik pengaduan masyarakat
(Dumas), khusus di Sulut dalam kurun waktu 2018-2021 daerah Kota Manado paling
banyak dengan 101 aduan. Total untuk Sulut ada 281 aduan untuk masalah korupsi.
Ini data yang masuk melalui pengaduan masyarakat ke KPK. “Apakah nanti akan
menjadi tindak pidana korupsi semuanya? Belum tentu juga. Karena kadang pelaporan itu ada yang tidak
bisa ditindaklanjuti KPK karena bukan kewenangan atau bukan basis kasus korupsi
dan sebagianya,” ujar Andi.
Dijelaskannya, Corruption Perception Index (CPI) untuk Indonesia di tahun 2020 lalu ada di posisi 102 dengan nilai 37. “Kalau penilaiannya dari 100 tertinggi berarti ini rendah sekali. Sedangkan tahun 2019 nilainya 40 dan ranking 85. Semakin tinggi CPI berarti pelayanan publik semakin baik. Tapi kita (negara Indonesia, red) malah turun," ungkapnya.
Data lainnya dibuka Andi terkait hal-hal yang memicu
terjadinya korupsi. Ia mengungkapkan, ternyata 82,3 persen pemilihan kepala
daerah (pilkada) itu dibiayai oleh sponsor. Tentunya menurut dia, sponsor yang
berada di balik peserta pilkada ada kepentingan. “Jadi calon kepala daerah itu
dalam survei, 82 persen mengatakan dibiayai oleh sponsor. Tentunya ini sponsor
ada harapan. Harapannya apa? Kepada
sponsor ini nanti diberikan kemudahan perizinan, kemudahan ikut serta
dalam proyek pemerintah, keamanan dalam menjalankan bisnis. Ini hasil kajian.
Kemudian kemudahan akses untuk menjabat di pemda (pemerintah daerah).
Mendapatkan bantuan langsung,” terangnya.
Modus korupsi kepala daerah yang masih saja terjadi sampai sekarang, seperti mengintervensi anggaran dalam belanja daerah. Terutama dalam perencanaan dan penganggaran. Bisa dilihat jika programnya itu tidak sesuai dengan tujuan pembangunan di daerah tersebut. “Kesehatan masih bermasalah tapi yang dilakukan pembangunan yang lain,” tuturnya.
Andi menjelaskan pula terkait dengan kegiatan yang
diselenggarakan bersama DPRD Sulut. Ia menyampaikan, memang selama ini KPK
selalu dipandang hanya penindakan saja yang ada dalam persepsi masyarakat namun
upaya pencegahan kurang. Padahal sebenarnya, pencegahan terus dilakukan namun sedikit
terekspos. Makanya pertemuan dengan DPRD juga sebagai salah satu upaya sosialisasi.
"Kami di sini untuk sharing tentang pekerjaan yang kami lakukan. Tentu
kami berharap ini pula harus mendapat dukungan dari legislatif," tuturnya.
KPK APRESIASI 5 PEMDA DI SULUT
Ranking pencegahan korupsi di Sulut dibeber KPK. Ada 5 pemerintah
daerah (pemda) yang diapresiasi lembaga besutan Firli Bahuri tersebut.
Harapannya, upaya pemda dalam menangkal tindakan korupsi bisa dipertahankan.
Pihak KPK membeber terkait 5 pemda yang program pencegahan korupsinya dinilai lumayan bagus. Secara khusus untuk tahun tahun 2020. “5 pemda itu adalah Provinsi Sulut, Minahasa Tenggara, Kabupaten Kepulauan Talaud, Kabupaten Sitaro dan Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong),” tegas Andi.
Bagi KPK, 5 pemda ini memenuhi standar dalam pencegahan
korupsi. Meski demikian menurutnya, bukan berarti lewat data tersebut bisa menjamin
tidak ada korupsi di sana. “Karena sistem itu sudah bagus tapi orangnya pintar,
bisa korupsi juga,” tuturnya.
Disampaikannya, data tersebut merupakan penilaian tahun
2020. Nantinya pada tahun 2021 penilaian itu akan kembali dilakukan pihak KPK.
Hal itu karena setiap tahun program pencegahan korupsi terus diupdate
penilaiannya. “Kita akan lihat konsisten atau tidak. Bisa saja yang lalu 2020
bagus tapi 2021 turun,” urainya.
Ia menjelaskan, sebenarnya bagi pemda yang bagus dalam
pencegahan korupsi akan mendapat reward. Sebagai apresiasi, nantinya daerah
tersebut akan mendapatkan suntikan dana dari pemerintah pusat. “Bagi yang
mendapatkan ranking pencegahan bagus, pemda itu diberikan menteri keuangan DID
(Dana Insentif Daerah). Bisa sekitar Rp10 miliar,” kuncinya.
LHKPN DRPD SULUT DIBEBER
Pentingnya pemasukkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat
Negara (LHKPN) ikut ‘dikorek’ KPK. Terutama di tubuh DPRD Sulut. Lembaga
antibodi ini membeber adanya sejumlah wakil rakyat Gedung Cengkih yang belum
menyampaikan laporan harta kekayaan.
Andi Purwana dari KPK menyampaikan, ada 8 orang di DPRD
Sulut yang belum melapor LHKPN mereka. Khusus untuk nama-namanya akan
disampaikan kepada pimpinan DPRD Sulut. “Siapa ini, saya tidak tahu. Saya belum
dapat detailnya. Nanti saya berikan ke ketua (Fransiscus Silangen, red) supaya
disampaikan agar memasukkan untuk laporan LHKPN,” ucapnya.
Baginya, LHKPN ini bentuk kepatuhan supaya wakil rakyat
itu menjadi contoh. Kewajiban terkait ini menurutnya hanya setahun sekali. “Tentu
kan sebagai wakil rakyat mewakili masyarakat Sulut, pertama kita ingin negara
kita maju maka fungsinya bapak ibu sangat penting. Membuat anggaran bagi
provinsi. Perencanaan di provinsi itu sesuai dengan kebutuhan rakyat. Maka jangan
ada lagi uang ketok palu, titip-titip proyek, jangan ada lagi,” pungkasnya.
Memang diakuinya, anggota dewan itu perlu memperjuangkan
aspirasi masyarakat. Hanya saja perencanaan di provinsi itu jangan dipaksa karena
tidak semua keinginan langsung diakomodir. Dalam menentukan program perlu
diberikan apa yang prioritas terlebih dahulu. “Jangan ada lagi bupati walikota
yang bilang, tidak akan diketuk-ketuk (program anggaran, red) bila tidak
diberikan jatah satu-satu. Kemudian jangan lagi ada titip-titip proyek dan
mengatakan, ‘saya yang usulkan proyeknya maka boleh dong saya yang mengerjain
proyeknya’,” jelasnya.
Diungkapkannya, sebagai wakil rakyat perlu membuat tujuan
bukan untuk kepentingan sendiri melainkan masyarakat. “Enak kan kita kalau kita
jalan dengan kendaraan, fasilitas jalannya baik. Fasilitas sekolah baik
berstandar internasional itu manfaatnya akan sampai beberapa tahun mendatang,”
kuncinya.
LEGISLATOR GEDUNG CENGKIH DUKUNG KPK
Gerak KPK dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi disupport. DPRD Sulut mendukung setiap langkah lembaga anti rasuah itu demi menghadirkan pemerintahan yang bersih. Sederet harapan pun dilantunkan para legislator di Gedung Cengkih.
Ketua DPRD Sulut, Fransiscus Silangen menyampaikan,
sangat mengapresiasi kedatangan KPK ke lembaga DPRD Sulut untuk melakukan
audiensi. Sekaligus mensosialisasikan hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan
dan pemberantasan korupsi. “Khususnya di lingkup Sulut. Sekaligus menyampaikan
apresiasi dan penghargaannya atas kehadiran untuk beraudiensi dan
mensosialisasian hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan
korupsi,” ucapnya.
Ini bagi Silangen, sebuah penghargaan dan penghormatan
karena DPRD Sulut mendapat kesempatan langsung untuk berkoordinasi, mendapatkan
masukkan dan arahan dari KPK. Dengan ini pimpinan dan anggota DPRD Sulut
terhindar dari tindakan korupsi. “Kami di DPRD tetap melakukan dengan koridor
dan aturan yang berlaku dalam kinerja. Sekaligus mendukung pemberantasan
korupsi,” kata politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.
Ia menyampaikan pula, DPRD Sulut senantiasa mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. "Makanya kami berharap masukkan dari KPK sehingga kinerja DPRD Sulut untuk melayani masyarakat tanpa korupsi dapat terwujud," tutupnya.
Sementara itu, Anggota DPRD Sulut Yusra Alhabsyi
menyampaikan, prinsipnya ketika lembaga DPRD Sulut didatangi KPK dirinya sangat
mengapresiasi. Yusra sekaligus pula memberikan pemikirannya untuk perencanaan penganggaran
dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Dalam rangka mencapai
terakomodirnya aspirasi masyarakat. Pada proses membuat APBD menurut dia, di
tengah-tengahnya itu ada yang dinamakan musyawarah perencanaan pembangunan
(Musrembang) desa. Dirinya masih belum yakin apabila pembuatan perencanaan bisa
berkualitas karena kemampuan masyarakat. “Misalnya masyarakat kalau diundang Musrembang
desa paling yang datang hanya aparatnya saja. Sekelompok petani, tukang dan
seterus-terusnya tidak terlibat dalam proses itu karena mereka tidak mempunyai
kapasitas. Kita di Indonesia seakan-akan kemampuan (membuat perencanaan
pembangunan, red) kita mau dipaksa seperti yang di luar negeri. Ini potensi
besar untuk bisa terjadi penyalahgunaan. Rata-rata semua pemda hanya mengikuti
tahapannya saja (pembuatan perencanaan pembangunan dari desa, red), yang
penting tahapannya sudah berjalan bagus. Tapi kualitasnya (perencanaan
pembangunan, red) saya ragukan. Buktinya ketika kami reses masih ada keluhan
terhadap apa yang dilakukan pemerintah tapi skor kita (pemda, red) terkait perencanaan
bagus,” ucapnya. (arfin tompodung)
Komentar