Foto: Hearing terkait lahan eks HGU di Desa Sea Kabupaten Minahasa
Tuuk: Bila Ada Pemalsuan Dokumen Dipidanakan
Deprov ‘Kuliti’ Polemik Eks HGU di Desa Sea
Manado,
MS
Polemik
lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) di Desa Sea, Kabupaten Minahasa, bergulir ke
meja hearing Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut).
Bedah persoalan dilakukan para wakil rakyat. Legislator mengancam agar bisa
mempidanakan bagi yang memalsukan dokumen.
Dalam
pembahasan, Senin (20/9), yang dipimpin Ketua Komisi I DPRD Sulut, Vonny Paat
tersebut, ikut melibatkan lintas komisi di DPRD Sulut. Ketika itu terungkap,
terjadinya masalah kepemilikan PT Gunung Batu dengan masyarakat Desa Sea. PT
Gunung Batu diketahui merupakan pengelola lahan HGU yang telah berakhir tahun
1986 yang kemudian tidak diperpanjang lagi. Setelah lahan yang menjadi tanah
negara tersebut bebas, masyarakat kemudian mulai masuk untuk
mengelolanya.
Sekretaris
Komisi IV DPRD Sulut, Julius Jems Tuuk, yang ikut dalam pembahasan itu
menyampaikan, kepadanya ada dokumen yang dari masyarakat Desa Sea dan juga
dokumen yang diberikan pihak PT Gunung Batu. Ada dokumen yang ditandatangani
oleh orang yang sama. Menurutnya, kemungkinan ada salah satu dokumen itu yang
palsu. "Di dokumen yang satu ini ada pengalokasian tanah yang memiliki
stempel yang sama dan di satu ada stempel yang sama dan yang bertanda tangan
sama. Saya berpendapat pimpinan ada dokumen yang palsu, kalau sampai ada yang
palsu saya minta ke pimpinan atas nama lembaga ini untuk dilaporkan ke polda
(kepolisian daerah) untuk tindak pidana penipuan karena dokumen ini masuk ke
lembaga yang terhormat ini," ucap Tuuk, di ruang rapat Komisi I DPRD
Sulut.
Lanjutnya,
kalau berbicara HGU itu ada batasnya sesuai Undang-Undang. Ketika berakhir maka
negara buka ruang 5 tahun kalau ada perpanjangan. Hanya saja kalau tidak ada
pelaporan maka gugur. Ia mengungkapkan, dikatakan bahwa tanah itu menjadi ahli
waris seseorang, dirinya mempertanyakan kenapa sampai ada yang menjadi ahli
waris. "Maka ada dua persoalan yang harus diselesaikan, pertama adalah
masalah hak. Siapa yang berhak menjadi pemilik tanah ini berdasarkan
undang-undang dan kedua tindakan pengrusakan pohon kelapa dan sabuah,"
tegas anggota dewan provinsi (Deprov) dari Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan ini.
Pihak
ahli waris dari PT Gunung Batu pengelola eks HGU Desa Sea menjelaskan, mereka
hanya menerima apa yang diberikan negara. Ada surat yang melalui gubernur.
Terjadi pembagian HGU ketika PT Gunung Batu selesai mengelola. Itu ditata
kembali dan diambil lagi oleh pemerintah. "Kita PT Gunung Batu, setelah
selesai mengelola, diberikan imbalan sepeti jasa, kita dapat jatah 12 hektare.
Itu sama-sama dengan yang diberikan ke Unsrat (Universitas Sam
Ratulangi). Dalam dokumen yang ada, yang sudah memiliki sertifikat, itu ada
nama-nama yang bukan petani," tuturnya.
"Terkait
dengan pengrusakan tanaman, itu semua yang ada di situ bukang masyarakat yang
tanam, tapi kelapa di situ kita PT Gunung Batu yang tanam itu semua,"
tambahnya.
Sekretaris
Desa Sea menjelaskan, memang diakui, ada tanaman-tanaman yang ditanam PT Gunung
Batu seperti kelapa dan lainnya. Hanya saja masyarakat persoalkan, di situ juga
ada yang mereka tanam seperti pisang, coklat kemudian tanaman untuk keperluan
dapur. "Jadi ada tanaman yang juga dirusak perusahaan, ini juga bukan
itikad baik. Ini membuat orang-orang di bawah juga menimbulkan emosi. Namanya
mereka tanam itu blakama dan lain lain pasti mereka emosi," kata
Sekdes.
"Terkait
nama-nama yang dimaksud, itu mereka yang menggarap di lahan tersebut. Ketika
mereka masukkan surat permohonan untuk jadi lahannya apa yang salah. Ini oper
garapan bukan jual tanah negara," tambahnya.
Ketua
Komisi I DPRD Sulut, Vonny Paat menyampaikan, pihaknya tidak dalam rangka
mengambil keputusan kemudian menentukan salah dan benar. Hanya saja nanti
mereka akan mengeluarkan rekomendasi. "Dan ketemu dengan BPN (Badan
Pertanahan Negara) Kabupaten Minahasa untuk mensinkronkan informasi yang
disampaikan dalam pertemuan," paparnya. (arfin tompodung)
Komentar