
Foto: Hearing terkait dengan kelangkaan solar.
Hearing Kelangkaan Solar, Deprov ‘Serang’ Pertamina
Manado, MS
Polemik
kelangkaan solar ‘dikuliti’ Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi
Utara (Sulut). Wakil rakyat Nyiur Melambai sorot pihak Pertamina. Masalah
kesiapan data dan tidak adanya jawaban jelas terkait solusi jadi penyebab.
DPRD Sulut
menggelar hearing lintas komisi terkait dengan aduan Asosiasi Logistik dan
Forwarder Indonesia / Indonesian Logistics & Forwarders Association (ALFI),
Selasa (19/10), dipimpin Ketua Komisi II DPRD Sulut, Cindy Wurangian.
Adapun
secara garis besar yang menjadi tuntutan mereka terkait terjadinya antrian
panjang solar sampai berkilometer. Selanjutnya menilai penyaluran tidak sesuai
dengan kapasitas. Tidak ada pembatasan untuk truk yang mengisi dari luar
daerah. Antrian panjang yang berlarut-larut dipandang tidak ada perhatian dari
pemerintah Sulut. Padahal angkutan darat adalah nadi dari perekonomian di
Sulut. Kelangkaan dinilai seharusnya tidak terjadi dengan ekonomi yang sekarang
ini.
Dalam rapat
tersebut Sekretaris Komisi IV DPRD Sulut, Julius Jems Tuuk, mengkritik kesiapan
data dari Pertamina. Harusnya menurut dia disiapkan dulu baru kemudian datang
dalam hearing. "Jangan nanti di sini baru kemudian disiapkan," tegas
Tuuk di ruang rapat serbaguna kantor DPRD Sulut.
Selanjutnya
dalam pertengahan pembahasan, Tuuk menyesali sederet jawaban yang diberikan
pihak Pertamina tatkala menjawab pertanyaan dari para anggota dewan. Baginya,
tidak ada solusi untuk mengatasi persoalan kelangkaan solar.
"Hasilnya
depe kesimpulan tai minya samua. Karena rakyat butuh solusi mereka tidak mau
tahu ini data. Masalahnya minyak tidak ada di pom bensin. Rakyat tidak mau tahu
itu. Rakyat cuma tahu ada ketersediaan solar. Pertamina menjawab tidak
menyelesaikan pokok persoalan," ungkap politisi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan ini.
Dijelaskannya,
di Talaud sana masih memakai liter. Pertamina tidak mengerti dengan wawasan
nusantara. Terlebih program bahan bakar minyak (BBM) satu harga yang dikatakan
Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Bisa
datang ke Dumoga (Kabupaten Bolaang Mongondow) cuma ada satu pertamina di sana.
Saya tidak setuju kalau ini ditutup, orang Dumoga mau beli minyak dimana. Di
sana pakai galon. Kuotanya dari 22 ton jadi 16 ton. Apa yang terjadi di
lapangan, solar pasar gelap masuk dengan harga 8.500 per liter. Ini
fakta," semburnya dalam rapat yang ada perwakilan langsung dari Komisi 1,
2, 3 dan 4 DPRD Sulut.
Dirinya
pula menyorot pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulut. Khususnya bagian
ekonomi yang dinilai bekerja tidak becus dalam membangun komunikasi terkait
pelayanan ke masyarakat. "Kalau Pemprov bagian ekonomi tahu, tidak perlu
ada rapat ini, bapak-bapak tidak perlu datang dan ada surat ini. Dirut
(direktur utama) pertamina dan komut (komisaris utama) tidak pernah memberikan
statemen kuota dikurangi untuk solar. Besok tidak ada antrian panjang di
pertamina itu yang kita butuh. Kita tidak ada kesimpulan," katanya.
Disampaikannya,
Pertamina adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbesar dengan aset yang
sudah dibuat triliun namun pelayanan ke masyarakat hanya seperti ini. Baginya,
kalau bisa diundang juga direksi pertamina wilayah timur supaya terjawab. “Kita sudah debat kusir. Berapa
produksi. Kalau saya persetan dengan produksi. Hari ini kita cuma tahu di
pertamina ada solar. Ngapain kita harus bahas yang begituan, bukan kerjaan
kita. Pak Tito dan kawan-kawan digaji untuk mengurusi rakyat Sulut khsusunya
pembagian solar. Coba, ada tidak solusi yang kita dapatkan, tidak ada,"
tegasnya.
Sales Area
Manager Tito Rivanto terkait hal tersebut menyampaikan, mereka berjanji tidak
akan ada lagi antrian panjang ke depannya. "Kalau misalnya hanya sekedar
mengurai antrian insya allah dalam 7 hari bisa kami selesaikan," tuturnya.
Terkait
dengan penambahan kuota, pihaknya sudah membahas masalah ini bersama Pemprov
Sulut. “Pemprov nanti akan menyurat untuk menambah kuota. Sehingga bisa
memenuhi kebutuhan. Apalagi kebutuhan solar pasti meningkat di triwulan 4,”
katanya.
Asisten I
Pemprov Sulut, Praseno Hadi menjelaskan tentang mekanisme penanganan dari
Pemprov Sulut. Disampaikannya, memang input untuk penentuan kuota usulannya
dari kabupaten kota. Keinginan berapa solar yang diminta dari daerah
masing-masing. Nantinya akan disuplai untuk kebutuhan petani, nelayan, angkutan
umum dan sebagainya.
"Dari
SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) kabupaten kota yang melakukan
pengawasannya termasuk di SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar). Instruksi
gubernur meminta kabupaten kota mengirimkan kuota. Keakuratan memasukkan usulan
harus dijamin kabupaten kota," ungkapnya.
Ada pula
instruksi gubernur terkait pengawasan solar bersubsidi hingga di kabupaten
kota. Pihaknya akan bentuk tim untuk mengawasi BBM kabupaten kota. Pertamina
kita bisa kerja sama dengan Polda (Kepolisian Daerah) dan pemda (pemerintah
daerah) kalau terjadi penyalahgunaan atau gangguan distribusi," ucapnya.
(arfin tompodung)
Komentar